Rabu, 04 Februari 2009

MUI Memfatwakan Rokok Haram

Berbicara mengenai rokok memang tidak akan pernah habis, karena permasalahan rokok itu bagai lingkaran setan yang saling interpendensi. Diantaranya; perusahaan rokok, karyawan, pemerintah, iklan dan lingkungan sosial. Sehingga jika dilihat dari segi ekonomi, banyak manfaat yang dihasilkan dari rokok.seperti banyaknya petani tembakau yang hidup karena rokok. Belum lagi bea cukai dan pajak untuk Negara. 

Contohnya; PT Djarum Kudus, pabrik rokok terbesar ini mampu menampung tenaga kerja sebanyak 77.000 orang dan menyumbangkan dana lewat cukai setiap hari sebesar Rp27 miliar. Jika dihitung dalam jangka waktu setahun terkumpul Rp9,4 triliun, ini baru dari cukainya.Untuk tahun 2006/2007, PT Djarum menyumbang 2,7 persen dari total domestik bruto APBN. Bahkan upah buruh rokok per tahun itu mencapai Rp450 miliar. Jumlah itu lebih besar dari belanja Pemerintah Kudus yang hanya Rp350 miliar. Jika dilihat secara nasional, dana APBN yang diterima dari cukai rokok mencapai Rp52 triliun per tahun. Jumlah ini juga tidak bisa tertandingi dengan penerimaan royalti PT Freeport hanya Rp15 triliun per tahun. ( sumber : oke zone). 

Jika MUI memfatwakan haram rokok setidaknya mempertimbangkan nasib para buruh dan karyawan pabrik rokok. Karena akan berdampak timbulnya masalah sosial ke depan.
Sebenarnya orientasi industri rokok dirancang dalam tiga konsentrasi. Untuk periode 2007-2010 terkonsentrasi untuk kepentingan pendapatan (pro income), 2010-2015 untuk tenaga kerja (pro job), dan 2015-2020 untuk kepentingan kesehatan (pro health). Dalam implementasi pro income, berdasarkan data PPRK sejak 2005-2008, Kudus telah menyumbang cukai rokok rata-rata 26,12 persen dari total pendapatan cukai rokok nasional. Pada 2008, setoran cukai Kudus mencapai Rp11 triliun atau 20 persen penerimaan negara atas rokok yang mencapai Rp50 triliun. Pendapatan cukai nasional itu setara 5 persen APBN 2008 yang mencapai Rp1.000 triliun. Dari setoran sebesar itu, sebagian dikembalikan kepada daerah penghasil cukai rokok dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH). DBH tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, salah satunya mempersiapkan industri rokok dan masyarakat menghadapi deindustrialisasi rokok.

Namun jika dilihat dari segi kesehatan, maka rokok dari efek jangka panjangnya akan berpengaruh kepada siapa saja. Bagi ibu yang sedang mengandung rokok akan mempengaruhi perkembangan janin, yang artinya rokok merugikan tidak hanya pada diri si Ibu tetapi juga pada bayi yang dikandungnya. Sedangkan anak di bawah umur, yang mengkonsumsi rokok, akan mengalami gangguan pada perkembangan fungsi dan kerja otak, karena rokok mengandung zat adiktif yang tidak hanya akan merusak sistem kerja otak tetapi juga menyebabkan ketergantungan serta pintu masuk untuk penggunakan jenis zat adiktif lainnya seperti narkotika.

Jika dilihat dari segi agama, rokok sebenarnya hukumnya makruh.Hukum makruh dalam pengertian adalah akan mendapatkan pahala jika ditinggalkan, tidak berdosa jika dilakukan. Hukum merokok itu telah jelas antara makruh dan mubah, artinya serendah-rendahnya makruh dan setinggi-tingginya mubah. 

Sementara di sisi lain MUI jaga memfatwakan rokok haram dilakukan untuk anak-anak, wanita hamil, ulama MUI dan merokok di tempat-tempat umum. Sehingga dengan dikeluarkannya fatwa ini umat tidak perlu bingung. Sudah semestinya jika fatwa MUI untuk mengharamkan rokok bagi anak di bawah umur terus mendapat sambutan baik. Namun fatwa ini harus pula didukung adanya aturan tegas dari pemerintah untuk melarang penjualan rokok bagi anak-anak. Diharapkan dengan adanya fatwa ini akan membuat peraturan pemerintah lebih baik lagi. Sehingga anak bisa tumbuh selamat setelah dewasa dan menjadi harapan bangsa. Selama ini posisi anak-anak Indonesia sangat rentan karena dikepung iklan rokok. 

Iklan rokok selalu menawarkan citra jantan dan keren dalam diri seorang perokok. Hal ini membuat anak-anak tertarik untuk mencoba. Saat ini anak-anak sudah mulai merokok sejak usia 7 tahun. Ini karena pengaruh iklan.

Namun sebenarnya, tanpa melihat fatwa pun anjuran dilarang merokok bagi wanita hamil sudah ada dan bisa dilihat pada bungkus-bungkus rokok. Jadi merokok atau tidak, dikembalikan pada individu masing-masing. Jika alasan MUI didasarkan faktor kesehatan, hal itu bisa diterima. Namun jika dilatarbelakangi permasalahan agama, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama sendiri.

Sebaiknya kita jangan berprasangka buruk terlebih dahulu terhadap fatwa MUI yang mengharam kan rokok itu, karena setiap fatwa yang telah diputuskan pihak MUI pasti mempunyai tujuan yang baik. Sudah semestinya kita harus mendukung pihak MUI, karena kita juga tidak menginginkan anak-anak yang masih dibawah umur sudah mengkonsumsi rokok dengan bebas atau melihat ibu-ibu yang hamil dengan santainya mengkonsumsi rokok tanpa memperhatikan keadaan janin yang dikandungnya. Hal ini sangat tidak baik dan tidak perlu dicontoh, bukan? Segera matikan saja rokokmu dan sadarlah bahwa hidup tanpa rokok lebih sehat. Wahai ahli hisap sadarlah segera tinggalkan kebiasaan merokok!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar