Senin, 31 Mei 2010

Kisah Pujiati, Bidan Puskesmas yang Bekerja di Daerah Terpencil

Demi Pasein, Setiap Hari Ngangsu Air Sejauh Tujuh Kilometer

Bekerja di tempat yang terpencil dengan fasilitas minim setiap hari harus dilalui Pujiati, 35, bidan yang bertugas di Pos Pelayanan Kesehatan Dusun Tawang, Desa Kandang Sapi, Kecamatan, Jenar, Sragen. Segudang pengalaman pahit menjadi keseharian Pujiati. Bagaimana kisahnya?

HERY SETIAWAN, Sragen

---

PUSKESMAS Pembantu di Desa Kondang Sapi, Kecamatan Jenar berdiri sekitar awal 2010 yang lalu. Meski bersifat membantu, namun keberadaan puskesmas ini sangat vital. Lantaran, warga di sekitar Desa Kandang Sapi memilih berobat di puskemas tersebut. Warga harus berpikir seribu kali jika akan pergi ke Puskesmas Jenar. Sebab, lokasinya sangat jauh sekitar 10 kilometer.

Warga di sekitar Jatimulyo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur juga berobat ke tempat tersebut. Tak heran, kendati berada di lokasi yang cukup terpencil, suasana puskesmas terlihat hidup. Setiap hari ada saja warga yang berobat. Saat Radar Solo tiba di tempat ini, Pujiati tengah sibuk melayani seorang pasien. "Sakit apa Bu," ujar Pujiati ramah.

Setelah melakukan pemeriksaan singkat, Pujiati lantas memberikan pasien yang belakangan berasal dari Desa Jatimulyo, Kecamatan Mantingan, Ngawi, Jatim tersebut. Begitu antrean pasien habis, Pujiati beringsut menghampiri Radar Solo yang sedari tadi duduk di bangku kecil tepat di depan puskesmas.

Basa-basi ringan meluncur dari mulutnya. Di bercerita, tugas utamanya sebenarnya di Puskesmas Jenar. Namun setelah puskesmas pembantu itu berdiri, ibu dari Harisya Albel Insan itu,ditugaskan di tempat tersebut. "Awal 2010 ini saya ditempatkan di sini. Di puskesmas ini masih belum ada fasilitas air dan listrik, sehingga pelayanan untuk kesehatan belum optimal," tutur Pujiati.

Ketiadaan air, tidak menghalangi wanita yang sudah mengabdi di bidang kesehatan 16 tahun itu untuk bekerja. Dia justru membawa air dari rumah atau ngangsu. Setiap hari atau ketika akan pergi ke puskesmas pembantu, istri Joko Priyanto membawa 1 jeriken air 10 liter. "Jerikennya saya tali di jok bagian belakang motor saya. Setelah dirasa aman, saya pergi. Itu yang saya lakukan setiap hari untuk mengisi bak kamar mandi puskesmas pembantu," ungkapnya blak-blakan.

Pujiati bertutur jarak antara rumah dengan puskesmas pembantu sejauh lima kilometer. Meski lumayan jauh, namun dia sangat senang bisa menyediakan air bersih bagi pasien di puskesmas pembantu. Sebenarnya, masyarakat di lingkungan puskesmas pembantu bersedia menyediakan air. Namun alumnus Akademi Kebidanan Panti Wiloso, Semarang itu merasa sungkan jika harus meminta air setiap hari. "Meski agak rekoso (susah payah) namun air selalu tersedia. Jujur saya tidak enak jika dibantu terus-menerus oleh masyarakat sekitar," ungkap Pujiati.

Wanita kelahiran 16 Desember 1975 itu mengungkapkan, memang tidak buka satu hari penuh. Pelayanan kesehatan di puskesmas pembantu itu antara pukul 08.00-12.00. Setelah itu, dia kembali ke puskesmas induk di Jenar. Setiap hari, Pujiati melayani pasien 10-20 orang. Sedangkan pasien yang datang ke pos kesehatan itu adalah pasien Jamkesmas atau masyarakat tidak mampu. "Belum dilengkapinya air bersih memang mengganggu pelayanan kesehatan. Pelayanan tidak bisa optimal," tuturnya

Sementara salah satu warga, Desa Jati Mulyo, Kecamatan Mantingan, Ny Painah mengungkapkan pos kesehatan itu sangat penting bagi warga sekitar. Soalnya, pos kesehatan itu dapat dijangkau oleh penduduk sekitar. Jika hendak ke Puskesmas Tangen lokasinya sekitar 5 kilometer. Sehingga keberadaan pos kesehatan itu sangat dibutuhkan. "Sayangnya, pos kesehatan itu belum dilengkapi listrik dan sarana air bersih. Sehingga belum tersedianya sarana tersebut, membuat pelayanan kesehatan terhadap warga menjadi terganggu," tambahnya. (*/nan)
sumber : Radar Solo, 29 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar