Senin, 31 Mei 2010

Kisah Pujiati, Bidan Puskesmas yang Bekerja di Daerah Terpencil

Demi Pasein, Setiap Hari Ngangsu Air Sejauh Tujuh Kilometer

Bekerja di tempat yang terpencil dengan fasilitas minim setiap hari harus dilalui Pujiati, 35, bidan yang bertugas di Pos Pelayanan Kesehatan Dusun Tawang, Desa Kandang Sapi, Kecamatan, Jenar, Sragen. Segudang pengalaman pahit menjadi keseharian Pujiati. Bagaimana kisahnya?

HERY SETIAWAN, Sragen

---

PUSKESMAS Pembantu di Desa Kondang Sapi, Kecamatan Jenar berdiri sekitar awal 2010 yang lalu. Meski bersifat membantu, namun keberadaan puskesmas ini sangat vital. Lantaran, warga di sekitar Desa Kandang Sapi memilih berobat di puskemas tersebut. Warga harus berpikir seribu kali jika akan pergi ke Puskesmas Jenar. Sebab, lokasinya sangat jauh sekitar 10 kilometer.

Warga di sekitar Jatimulyo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur juga berobat ke tempat tersebut. Tak heran, kendati berada di lokasi yang cukup terpencil, suasana puskesmas terlihat hidup. Setiap hari ada saja warga yang berobat. Saat Radar Solo tiba di tempat ini, Pujiati tengah sibuk melayani seorang pasien. "Sakit apa Bu," ujar Pujiati ramah.

Setelah melakukan pemeriksaan singkat, Pujiati lantas memberikan pasien yang belakangan berasal dari Desa Jatimulyo, Kecamatan Mantingan, Ngawi, Jatim tersebut. Begitu antrean pasien habis, Pujiati beringsut menghampiri Radar Solo yang sedari tadi duduk di bangku kecil tepat di depan puskesmas.

Basa-basi ringan meluncur dari mulutnya. Di bercerita, tugas utamanya sebenarnya di Puskesmas Jenar. Namun setelah puskesmas pembantu itu berdiri, ibu dari Harisya Albel Insan itu,ditugaskan di tempat tersebut. "Awal 2010 ini saya ditempatkan di sini. Di puskesmas ini masih belum ada fasilitas air dan listrik, sehingga pelayanan untuk kesehatan belum optimal," tutur Pujiati.

Ketiadaan air, tidak menghalangi wanita yang sudah mengabdi di bidang kesehatan 16 tahun itu untuk bekerja. Dia justru membawa air dari rumah atau ngangsu. Setiap hari atau ketika akan pergi ke puskesmas pembantu, istri Joko Priyanto membawa 1 jeriken air 10 liter. "Jerikennya saya tali di jok bagian belakang motor saya. Setelah dirasa aman, saya pergi. Itu yang saya lakukan setiap hari untuk mengisi bak kamar mandi puskesmas pembantu," ungkapnya blak-blakan.

Pujiati bertutur jarak antara rumah dengan puskesmas pembantu sejauh lima kilometer. Meski lumayan jauh, namun dia sangat senang bisa menyediakan air bersih bagi pasien di puskesmas pembantu. Sebenarnya, masyarakat di lingkungan puskesmas pembantu bersedia menyediakan air. Namun alumnus Akademi Kebidanan Panti Wiloso, Semarang itu merasa sungkan jika harus meminta air setiap hari. "Meski agak rekoso (susah payah) namun air selalu tersedia. Jujur saya tidak enak jika dibantu terus-menerus oleh masyarakat sekitar," ungkap Pujiati.

Wanita kelahiran 16 Desember 1975 itu mengungkapkan, memang tidak buka satu hari penuh. Pelayanan kesehatan di puskesmas pembantu itu antara pukul 08.00-12.00. Setelah itu, dia kembali ke puskesmas induk di Jenar. Setiap hari, Pujiati melayani pasien 10-20 orang. Sedangkan pasien yang datang ke pos kesehatan itu adalah pasien Jamkesmas atau masyarakat tidak mampu. "Belum dilengkapinya air bersih memang mengganggu pelayanan kesehatan. Pelayanan tidak bisa optimal," tuturnya

Sementara salah satu warga, Desa Jati Mulyo, Kecamatan Mantingan, Ny Painah mengungkapkan pos kesehatan itu sangat penting bagi warga sekitar. Soalnya, pos kesehatan itu dapat dijangkau oleh penduduk sekitar. Jika hendak ke Puskesmas Tangen lokasinya sekitar 5 kilometer. Sehingga keberadaan pos kesehatan itu sangat dibutuhkan. "Sayangnya, pos kesehatan itu belum dilengkapi listrik dan sarana air bersih. Sehingga belum tersedianya sarana tersebut, membuat pelayanan kesehatan terhadap warga menjadi terganggu," tambahnya. (*/nan)
sumber : Radar Solo, 29 Mei 2010

Pabrik Gula Harus Direvitalisasi

Tekad Gubernur Jatim agar Gula Tak Lagi Impor

SURABAYA - Di antara kita, mungkin tak banyak yang tahu bahwa peralatan di hampir semua pabrik gula di Jatim adalah peninggalan zaman Belanda. Itu berarti, peralatan-peralatan untuk mengolah tebu menjadi gula tersebut dipakai sejak setengah abad lebih yang lalu dan hingga saat ini belum banyak berubah. Itu merisaukan Gubernur Jatim Soekarwo.

Karena itu, di beberapa kali kesempatan, Soekarwo tak pernah lelah untuk menyuarakan perlunya merevitalisasi pabrik gula. Dia bahkan pernah mendesak pemerintah pusat agar segera merealisasikan rencana merevitalisasi pabrik gula, khususnya di Jawa Timur.

''Di antara 31 pabrik gula di Jatim, hampir semuanya peninggalan Belanda dan sudah waktunya untuk direvitalisasi. Ini penting untuk meningkatkan produksi gula nasional,'' tegas Soekarwo.

Dia mengatakan sudah lama meminta presiden dan beberapa menteri agar membuat kebijakan tentang program revitalisasi pabrik gula.

''Anda lihat, semua mesin-mesin produksi gula itu peninggalan Belanda sehingga produktivitasnya sudah mulai berkurang,'' jelasnya dalam sebuah kesempatan setelah bertemu pelaku usaha di bidang pergulaan di Kantor Pemprov Jatim.

Masyarakat di Jatim sangat berkepentingan dengan peningkatan produktivitas gula karena petani tebu akan mendapatkan hasil yang lebih besar. Sayang, yang terjadi selama ini adalah rendahnya rendemen tebu, apalagi pabrik gula masih menggunakan mesin-mesin peninggalan Belanda.

Rendemen merupakan faktor terpenting dalam penentuan kelayakan industri gula. Rendemen yang baik berkisar antara 12-14 persen.

Yang masih memprihatinkan saat ini, rendemen tebu hanya sekitar 5,8-7 persen. Padahal, berdasar hasil penelitian Dinas Perkebunan Jatim, rendemen bisa ditingkatkan menjadi 9 persen. "Bahkan, kita pernah kirim sampel untuk dites di Thailand, rendemen kita mencapai 11 persen lebih," kata gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut. "Saya sangat menduga, ada yang salah dalam siklus tata niaga pergulaan kita. Karena itu, saat ini saya berusaha keras untuk membenahinya," tambah gubernur.

Dia menjelaskan, saat ini 31 pabrik gula di Jatim hanya mampu menghasilkan 600 ribu ton dalam musim giling yang berlangsung selama 150 hari. ''Jika revitalisasi pada pabrik gula dilakukan, impor gula bisa dikurangi untuk memenuhi kebutuhan nasional,'' tuturnya.

Dari jumlah tersebut, produksi gula di Jatim memberikan kontribusi hampir separo produksi gula nasional. Pada tahun giling 2007, produksi gula nasional mencapai 2.448.142 ton, sedangkan kontribusi dari Jatim 1.186.076 ton atau 48,45 persen. Kemudian pada 2008, produksi gula nasional meningkat menjadi 2.738.087 ton, sedangkan kontribusi dari Jatim 1.319.263 ton atau sekitar 48,18 persen. Sedangkan produksi gula pada 2009 hingga periode 30 November 2009, baru terealisasi 1 juta ton. (nom/nks/c7/kum)

In Memoriam Ramdan "Putra" Aldil Saputra (3)


Tatapan Matanya Memaksa Dokter Tak Menyerah

Putra alias Ramdan sangat menyukai lagu Jangan Menyerah-nya d'Masiv. Dia memang tak pernah menyerah. Istimewanya, dia juga mengajak semua dokter dan perawat untuk tidak menyerah. Caranya? Inilah catatan wartawan Jawa Pos NANY WIJAYA yang mendampinginya sejak menjelang operasi hingga sepekan sebelum Ramdan meninggal.

---

SUASANA ICU di lantai 2 Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD dr Soetomo, Surabaya, itu kini kembali seperti semula. Itu terlihat sejak 25 Mei lalu atau dua hari setelah Putra alias Ramdan Aldil Saputra meninggal.

Sejak tanggal tersebut, tak ada lagi dokter atau perawat ICU yang kebagian tugas jaga khusus di ruang isolasi khusus di pengujung ICU, dekat jalan menuju ICU bayi (NICU). Sebab, sejak 23 Mei lalu pasien khusus yang memerlukan penjagaan khusus di ruang itu, Ramdan Aldil Saputra alias Slamet Hadi Saputra, telah tiada.

Setelah mengalami masa superkrisis selama kurang lebih 3,5 jam, pada sekitar pukul 04.55 WIB, 23 Mei 2010, bocah hebat berumur 3,5 tahun tersebut mengembuskan napas terakhir. Menyerahkah dia kepada penyakitnya? Atau, dia sudah tidak tahan lagi dengan siksaan rasa sakitnya? Tidak. Saya yakin, anak guru asal Trenggalek tersebut tidak menyerah.

Dia memang bukan tipe anak yang mudah menyerah. Meski tidak bisa bicara, Ramdan bisa menggunakan tatapan matanya untuk mengajak para dokter dan perawat sehingga tidak menyerah dengan kondisinya. Dia ingin hidup sehat, itulah yang membuatnya tak pernah menyerah.

Kalau mau menyerah, barangkali dia sudah meninggal empat hari setelah operasi transplantasi dulu. Yakni, ketika otak kanan depannya mengalami perdarahan hebat. Ketika itu terjadi, konsultan ICU dari Oriental Organ Transplant Center (OOTC), dr Wang Yu, dan rekannya, Deputi Direktur Ellen Wei, sudah memperkirakan akan kehilangan dia.

Dia mungkin juga sudah meninggal, seperti yang saya dan tim dokter serta perawat takutkan, ketika menjalani pembedahan otak kedua sehari setelah operasi otak pertama. Ada beberapa masa kritis luar biasa yang harus dia lalui dalam sebulan itu. Perjuangan Ramdan untuk hidup memang sangat luar biasa. Kemauan hidupnya juga tak kalah hebat.

Kalau bukan karena kemauan hidup yang luar biasa, tak mungkin dia bisa bertahan ketika mengalami perdarahan hebat pada 6 Mei lalu. Tepatnya, kala dia mengalami perdarahan usus yang amat hebat, yakni lebih dari 16 liter. Padahal, total darah bocah seberat 10 kilogram seperti dia tak lebih dari 0,8 liter (800 cc) atau 80 cc per 1 kilogram berat badan. Orang dewasa pun tak akan sanggup bertahan dalam kondisi tersebut.

Berdasar sisi medis maupun akal sehat, sulit rasanya membayangkan bagaimana bocah sekecil Ramdan bisa bertahan untuk melawan kondisi kesehatan yang begitu buruk. Hebatnya lagi, dia tak pernah menunjukkan wajah sebagaimana seorang yang sakit berat.

Sesekali, wajahnya tampak seperti seorang yang sakit. Tetapi, itu tidak lama dan tidak seperti seorang yang sakit parah. Sesekali juga matanya sayu. Tetapi, itu juga tidak lama. Bahkan, dalam keadaan yang paling parah, dia masih tersenyum, bercanda, dan bergaya setiap kali melihat kamera saya. Itulah Ramdan, yang lantas akrab dengan panggilan Putra, sesuai dengan nama barunya.

Siapa pun yang pernah merawat atau bertemu dengannya, tak terkecuali para wartawan, pasti jatuh cinta, selalu terkenang, dan tak bisa melupakannya. Karena itu, setiap kali bertukar kabar tentang Putra, kami yang tergabung dalam tim liver transplant RSUD dr Soetomo (RSDS) hampir tak pernah menggunakan kata Putra atau Ramdan sebelum dia berganti nama. Kami selalu memanggilnya dengan anak kita, bayi kita, anakku, bayiku, putraku, atau Ramdan-ku. Sebutan itu juga digunakan oleh Direktur RSDS Dr dr Slamet Riyadi Yuwono DTM&H MARS.

Sejak awal, kami semua tahu bahwa Putra belum bisa berbicara. Tetapi, kami semua tak pernah memperlakukannya sebagai bayi yang belum mengerti apa-apa. Kami selalu mengajaknya bicara, seakan dia orang dewasa yang paham akan maksud kami. Dokter dan perawat juga selalu mengomunikasikan semua tindakan medis yang bakal dilakukan kepadanya. Dari sikapnya, kami tahu bahwa dia paham terhadap apa yang kami lakukan. Contohnya, dia berontak karena ingin melepas tangannya yang diikat di ranjang.

"Jangan ditarik-tarik, Nak. Nanti tanganmu sakit. Tanganmu capek, ya? Pengin gerak, ya? Kupanjangkan ya talinya," kata konsultan ICU dr Arie Utariani SpAn (KIC) pada hari pertama Putra sadar dari pengaruh bius operasi transplan itu. Seperti paham akan kalimat tersebut, Putra lantas berhenti menarik tangannya dan menatap dr Arie dengan penuh harap.

Dua minggu kemudian, ketika luka operasi di kepalanya sudah nyaris kering, dia mengangkat lengan kanannya ke kepala untuk menggaruk luka yang masih dibalut perban itu. Konsultan ICU dr Philia Setiawan SpAn (KIC) yang kala itu berdiri di sebelah kirinya bilang, "Kenapa, Ramdan? Gatal, ya?"

"Tolong, kau gosok-gosok perbannya," pinta dr Philia kepada seorang dokter calon spesialis anestesi yang saat itu berada di dekat kepala Putra. Mendengar itu, Putra lantas menurunkan tangannya. Dia mulai menggaruk bagian lehernya yang tertutup "kalung" perban untuk tracheostomy (alat yang dijahitkan ke lehernya guna memudahkan pemasangan alat bantu napas atau ventilator).

"Yang itu juga gatal? Jangan digaruk sendiri, ya, nanti luka," kata ibu dua anak tersebut kepada Putra. Yang diajak bicara berhenti menggaruk, melirik Philia dengan mata bolanya. Lalu, secepat Philia mengatakan, "Mas, tolong, lehernya itu juga digarukkan pelan-pelan," pandangan Putra langsung bergeser ke wajah si calon spesialis, seakan memerintahkan hal sama. Itulah Putra alias Ramdan.

Suatu malam, di puncak perdarahan dan setelah pemeriksaan endoskopi (untuk melihat bagian dalam lambung sampai bagian atas usus) maupun kolonoskopi (untuk melihat bagian dalam usus) tak berhasil menemukan sumber perdarahan, tim dokter memutuskan untuk melakukan arteriografi (pemeriksaan radiologi untuk melihat pembuluh darah) yang mengakibatkan perdarahan hebat di usus Putra.

Menjelang didorong ke ruang arteriografi di lantai 1 GBPT, Putra melek dan mulutnya berdecak-decak, minta minum. Oleh dr Arie, dia diberi sedikit air putih dalam botol. Sepanjang jalan menuju ke ruang arteriografi, tempat dr Hartono dan dr Cindy sudah menunggu, Putra tak mau melepaskan botol itu. Ketika dr Arie memaksa mencabut botol yang sudah nyaris kosong tersebut dari mulutnya, Putra marah dan mewek (merengek). Karena kasihan, dr Arie mengembalikan botol itu ke mulut Putra lagi.

Saat Putra akan dipindah ke meja arteriografi, botol tersebut dicabut lagi oleh dr Arie. Kali ini Putra melawan dengan tetap menggigitnya sehingga botol itu tetap tegak di atas mulutnya, tanpa dipegang. Baru setelah diberi tahu, "Botolnya ditaruh dulu, Nak ya. Nanti, setelah difoto pembuluh darahnya, Putra boleh ngedot lagi," dia mau melepas botol tersebut.

Sayang, setelah arteriografi, dia ternyata harus segera dibawa ke kamar operasi untuk menutup kebocoran arteri di bagian tengah usus halusnya. Arteri tersebut bocor dan mengakibatkan perdarahan hebat itu. Jadi, ya dia tidak bisa ngedot dulu.

Selain senang ngedot, Putra sangat menyukai musik. Karena itu, saya minta Ari dari bagian umum Jawa Pos membelikannya MP3. Juga, langsung mengisinya dengan suara azan yang disukai Putra serta beberapa lagu Indonesia yang nada dan syairnya menyerupai dua lagu d'Masiv, yakni Jangan Menyerah dan Rindu Setengah Mati.

Sebelum itu, dia biasa mendengar dua lagu tersebut dari HP saya. Tetapi, setelah itu, saya putarkan yang ada di MP3. Saya sengaja minta MP3 yang ringan supaya dia bisa memegang sendiri.

Ternyata, MP3 baru yang sudah dia pegang itu dilepaskan hingga nyaris jatuh dari ranjangnya. Setelah matanya mencari-cari, tangannya lantas menggapai HP E71 saya yang kebetulan berwarna merah, dengan gantungan boneka Mr Bean yang sewarna. Sehingga, dokter yang jaga ketika itu berkomentar, "Tahu barang mahal juga kau, Dik." Harga MP3 itu pasti jauh lebih murah daripada HP saya.

Tapi, itu bukan satu-satunya kenangan indah yang sulit dilupakan tentang Putra. Karena itu, pada 26 Mei lalu, sepulang dari AS, paginya saya langung ke ruang isolasi tersebut dengan ditemani ahli bedah yang menangani pengambilan limpa dan transplantasi liver Putra, dr Poerwadi SpB SpBA. Saya sekadar ingin mengobati rasa kehilangan dan sedih saya yang tidak sempat mengucapkan "selamat tinggal" kepada Putra.

Ternyata, rasa kehilangan itu terasa semakin dalam saat saya membuka pintu luarnya. Saya lihat, ruang tersebut sudah sepi dan lapang. Tiang gantungan baju steril juga sudah tak ada di situ. Dua meja yang bagian atas dan laci-lacinya dulu penuh dengan spet, obat suntik, penutup kepala, masker, alat steril portabel, dan keperluan pengobatan Putra juga bersih. Yang ada di atasnya hanya satu kontainer plastik kecil berisi dua botol bening bertutup biru dan kuning tanpa dot yang sudah disterilkan. Botol-botol itu milik Putra.

Bangku-bangku kecil yang biasa digunakan oleh para dokter jaga untuk duduk sambil mengetik laporan tentang perkembangan Putra selama 24 jam juga tidak ada lagi. Bahkan, sandal-sandal steril di rak yang ada di pojoknya juga sudah tak ada.

Dulu, kalau masuk bilik itu, semua harus menggunakan sandal tersebut. Sedikit saja keluar dari ruang isolasi, sandal atau baju steril itu harus dikeluarkan untuk disterilkan ulang. Sebaliknya juga, pakaian dan sandal steril dari luar bilik tersebut tak boleh dibawa masuk.

Ruang kecil yang memiliki dua kamar khusus bertekanan udara positif itu punya aturan sendiri memang, seperti juga para petugasnya. Tak semua dokter dan perawat "beruntung" kebagian tugas jaga di tempat itu. "Semua mainannya kami simpan di lemari sendiri. TV, DVD player, dan CD-CD-nya juga kami simpan," ungkap perawat ICU, Ainur, yang mengantar saya masuk.

Tanpa cuci tangan atau mensterilkan tangan dengan alhokol gliserin, saya masuk ke kamar lama Putra di dekat pintu masuk. Di situ saya lihat bantal kecilnya tergolek rapi. Saya tidak tanya di mana guling berkepala boneka dan bantalnya yang lain disimpan. Saya elus bantal itu, seakan dia masih menidurinya. Air mata saya mendadak mengucur.

Saya kemudian melangkah ke kamar sebelah, kamar terakhirnya. Dulu, setelah livernya dipotong, Ny Sulistyowati menempati kamar tersebut. Saya lihat, kasur udara yang baru saya beli sehari sebelum saya ke New York terhampar di situ.

Kamar kedua itu juga sudah bersih. Lampunya pun sudah tak lagi menyala. Kabel-kabel dan alat-alat yang dulu memenuhi kiri kanan ranjang Putra sudah tak ada lagi.

Air mata saya semakin deras mengalir. Saya coba menahannya dengan menggigit bibir, tapi tak berhasil. Terbayang lagi wajah dan ekspresinya setiap kali saya potret atau saya panggil, "Putra...! Sayang...!" setiap kali saya masuk ke kamarnya.

Saya coba mengusir bayangan itu dengan mengalihkan pandangan dari ranjangnya. Juga tak berhasil. Air mata saya semakin deras. Apalagi, bayangan wajah Putra pada hari-hari dia kritis muncul. Dulu, setiap dia mengalami masa kritis, saya selalu mengelus tangan atau pipinya sambil berbisik ke telinganya, "Jangan menyerah, Nak ya! Kau tidak boleh menyerah! Kau pasti menang! Bilang, Nak: Ya Allah, sembuhkan aku! Aku ingin sekolah!"

Saya dan dr Arie biasa membisikkan kata, "Jangan menyerah, Nak ya!" Sedangkan dr Philia biasa mengatakan, "Ramdan, jangan menyerah, ya!" sambil mengelus-elus pipinya. Kami bertiga adalah orang yang selalu ada di sampingnya, terutama saat dia kritis. Pagi, siang, maupun tengah malam dan dini hari.

Jangan Menyerah adalah judul lagu d'Masiv yang sangat disukai Putra. Matanya suka berputar mencari-cari sumber suara ketika lagu itu diputar. Saya tidak tahu bagaimana awal anak tersebut menyukai lagu itu. Saya tahu tentang hal itu dari ibundanya, Ny Sulistyowati.

Syair lagu tersebut memang sangat membangkitkan semangat untuk berjuang. Bukan hanya pada Putra, tetapi juga tim dokter. Sebab, kami percaya bahwa lirik lagu itu benar. Perhatikan saja refrain-nya.

Tuhan pasti kan menunjukkan

Kebesaran dan kuasa-Nya

Bagi hamba-Nya yang sabar

Dan tak kenal putus asa

Tim dokter, lab, radiologi, dan farmasi serta para perawat memang tak pernah lelah, apalagi putus asa dalam mengupayakan kesembuhan Putra. Lalu, di pengujung upaya kami, selalu saja ada jalan keluar. (bersambung/c11/iro)

Jumat, 28 Mei 2010

Temukan Warga Berusia 140 Tahun

BANYUWANGI - Sensus Penduduk (SP) 2010 sudah memasuki tahap akhir. Sensus yang dijadwalkan selesai akhir Mei itu, sudah menyelesaikan tahapan pertama, yaitu listing. Data dari tahap pertama pun sudah selesai diproses.

Dari hasil sementara pencacahan di lapangan, ditemukan adanya beberapa warga yang ternyata berumur di atas 100 tahun. Di Desa Cluring, Kecamatan Cluring misalnya. Di wilayah ini terdapat dua orang warga yang berusia di atas 100 tahun. Yaitu Ngaisah, 104, dan Iyah, 103. Hingga saat ini, keduanya masih tercatat sebagi penduduk Kecamatan Cluring.

Selain itu juga terdapat dua warga berusia di atas 100 tahun di wilayah Kecamatan Muncar. Yaitu Janah, 140, dan Widarsih, 130. Keduanya tercatat sebagai warga RT 03 RW 07, Dusun Palurejo, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Tidak hanya itu, satu orang warga Siliragung juga tercatat berusia di atas 100 tahun.

Pimpinan proyek SP 2010, Benny Kushariyadi, mengatakan bahwa dari hasil pencacahan dan laporan sementara petugas pencacah di lapangan, ditemukan beberapa warga yang berusia di atas 100 tahun. "Menurut laporan yang masuk, ada lebih dari lima warga yang berusia di atas 100 tahun tersebut," ujarnya.

Meski begitu, laporan dan data mengenai penduduk tertua tersebut masih berupa laporan sementara dari para petugas di lapangan. Oleh karena itu, untuk memeriksa kebenaran usia dari para warga yang diduga berumur di atas 100 tahun tersebut, pihaknya akan melakukan tes medis terlebih dahulu.

Hal ini dilakukan agar data yang masuk pada hasil SP 2010 ini benar-benar akurat. Nantinya, pihaknya akan membawa tenaga paramedis ke beberapa rumah warga yang diinformasikan memiliki usia di atas 100 tahun. Setelah ada rekomendasi dari dokter, maka usia para warga itu sudah bisa dipastikan. "Proses verifikasi ini memang harus dilakukan, agar memiliki bukti kuat," tuturnya. (mg2/aif)

sumber : Radar Banyuwangi, 28 Mei 2010

Senin, 24 Mei 2010

Video Mesum Beredar, Pelaku Dikeluarkan dari Sekolah

Pelaku adegan mesum layaknya pasangan suami istri, Re (15) telah dikeluarkan oleh pihak sekolah sebelum video mesum tersebut beredar di kalangan remaja dan orang tua di Sukabumi, Jawa Barat. "Memang pelaku pernah bersekolah di sini, namun karena perilakunya kurang baik akhirnya pihak sekolah mengeluarkannya sejak Februari 2010," kata Sekretaris Umum Yayasan Al-Masthuriyah, Dadih Addyar kepada wartawan, di Sukabumi, Jumat. Sehingga, lanjut dia, ketika beredarnya video mesum tersebut, status Re bukan lagi siswi kelas I Madrasah Aliyah (MA) Al-Masthuriyah.
Oleh karena itu, saat ini para siswa dibebaskan dari seragam sekolah untuk mengantisipasi efek psikologis yang dapat mengganggu proses belajar. "Semua seragam sekolah milik siswa telah ditarik, sehingga para siswa tidak menggunakan seragam sekolah. Ini merupakan sebuah pukulan bagi lembaga kami," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan apakah akan melakukan upaya hukum atau tidak dengan kasus beredarnya video mesum yang menggunakan seragam sekolah tersebut.
Sementara aparat Kepolisian Sektor Caringin, Kabupaten Sukabumi masih memburu pengedar dan pelaku video mesum anak baru gede yang beredar di tengah masyarakat. Kapolsek Caringin, AKP Adang Rusmana di Sukabumi mengatakan, kepolisian setempat terus memburu pengedar video mesum anak baru gede (ABG) tersebut, termasuk pria yang melakukan hubungan intim. "Pelaku pria saat ini masih dalam pengejaran aparat kepolisian. Kami masih terus melacak keberadaannya," katanya.
Kedua remaja yang terlibat dalam video tersebut berasal dari Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tayangan yang memperlihatkan hubungan intim layaknya pasangan suami istri itu dilakukan oleh salah seorang siswi dari sebuah Madrasah Aliyah (MA) di Kabupaten Sukabumi. Bahkan, saat melakukan hubungan intim itu pelaku perempuan masih mengenakan seragam sekolah.
Video berdurasi sekitar 19 menit tersebut, telah beredar luas di kalangan remaja termasuk orang tua karena dengan menggunakan telepon genggam (HP) yang cukup canggih, gambar tersebut bisa dipindahkan ke HP yang lain. Adang mengatakan, polisi telah meminta keterangan saksi korban perempuan berinisial Re. Pelaku perempuan juga telah menjalani visum untuk kepentingan penyelidikan kasus ini, namun hasil pemeriksaan belum lengkap akibat pelaku pria melarikan diri.
Terungkapnya kasus ini, kata dia, karena petugasnya menemukan adanya peredaran video mesum tersebut. Setelah terungkapnya kasus tersebut, pelaku perempuan dikeluarkan dari sekolahnya karena dikhawatirkan akan mencemarkan nama baik sekolah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap R, perbuatan mesum yang dilakukan suka sama suka itu terjadi sekitar dua bulan yang lalu di rumah pelaku pria yang berada di kawasan Kecamatan Caringin. "Meski dilakukan atas dasar suka sama suka, namun perbuatan tersebut tetap melawan hukum karena pelaku perempuan masih di bawah umur," katanya. Selain itu, tambah dia, tersebarnya video ini sudah masuk kategori pelanggaran Undang Undang Pornografi. Ant
 sumber : www.tabloidnova.com

Akhir Petualangan Si Codet

“Saya Pantas Dihukum Seberat-beratnya”. Si Codet yang mengaku memiliki dua orang istri ini berdalih dibisiki roh halus sebelum melakukan perbuatan jahat (Foto:Gandhi)

Kasus pemerkosaan berantai dengan korban para gadis cilik yang menggemparkan Denpasar beberapa bulan lalu, akhirnya terungkap. MS alias DS alias Si Codet (30) yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat panggilan, diidentifikasi sebagai pelakunya. Yang mencengangkan, pria beristri dua ini juga mengaku pernah melakukan kejahatan serupa di Batam, dengan jumlah korban lebih banyak.
Meski Si Codet sudah tertangkap, keluarga korban tak seketika berpuas hati. “Kami senang pelakunya tertangkap tapi kalau melihat penderitaan anak saya, rasanya meski dihukum mati sekalipun, masih belum cukup mengobati luka batin kami!,” kata Fatimah (37), ibu Sus (10) yang ditemui di rumah kosnya yang sangat sederhana di kawasan Monang-Maning.
Kata Fatimah, meski peristiwa kelam itu sudah berlangsung hampir dua bulan lalu, tapi rasa pedih di hati belum kunjung sirna. Akibat perbuatan Si Codet, anak sulungnya yang masih kelas 3 SD harus mengalami perdarahan hebat dan mendapat 25 jahitan. “Sampai sekarang saya masih belum berani melihat baju Sus yang penuh bercak darah bekas pemerkosaan itu,” tambah Fatimah dengan mata berkaca-kaca. 

Akan halnya bocah perempuan malang itu, tak hanya jiwanya saja yang terguncang. Fisiknya pun masih ringkih. Akibat luka di alat kelaminnya yang begitu parah, Sus terkadang masih meringis menahan sakit ketika akan buang air besar. “Dia berusaha menahan tidak buang air besar karena menghindari agar bekas jahitan tidak terasa sakit. Sementara kalau ditahan terus, kotorannya semakin mengeras dan membuat semakin sakit. Akhirnya jadi serba repot,” cerita Fatimah.
Untuk urusan sekolah, sesuai permintaan Sus, ia minta keluar dari sekolahnya di SD Quba’. “Nanti tahun ajaran baru dia ingin sekolah di tempat yang baru. Pokoknya, sekarang saya berusaha mencurahkan segala pikiran dan perhatian pada Sus. Saya juga selalu menemani dia karena kalau sendirian, dia suka ketakutan,” ujar Fatimah yang tahu tertangkapnya Si Codet dari salah seorang tetangganya.
Anaknya pun sempat diminta datang ke kantor polisi untuk meyakinkan, memang Si Codet yang melakukan perbuatan biadab kepadanya. “Pulang dari kantor polisi, Sus bilang ke saya, ‘Iya, Ma, yang di kantor polisi itu orangnya’.”
"Meskipun pelaku dihukum mati, belum bisa menyembuhkan luka batin kami," ungkap Fatimah (Foto:Gandi)
 
Menyesal Tapi....
 
Siapa gerangan Si Codet? Lelaki kelahiran Lamongan (Jatim) yang berasal dari Dusun Mbeluk ini berasal dari keluarga sederhana dan merupakan bungsu dari 10 bersaudara. Selepas SMP, para tetangga hanya tahu Si Codet meneruskan sekolah di Jombang lalu “merantau” ke Batam dan Bali. Agaknya ia mengikuti jejak kakak-kakaknya yang lebih dulu mengadu nasib di luar desa. Dua kakaknya dikabarkan menjadi TKI di Malaysia dan Arab Saudi. Di Batam pun, sebetulnya karena terpaksa harus tinggal di sana gara-gara terlambat mengurus administrasi untuk menjadi TKI di Singapura. Dari situ, ia baru menyeberang ke Bali.Yang jelas, selama tinggal di desa, ia dikenal sebagai anak baik-baik sehingga ketika namanya ramai dibicarakan di media massa, penduduk desa itu pun terkejut bukan kepalang. Apalagi keluarga besarnya. Mereka pun enggan berkomentar mengenai terungkapnya kejahatan Si Codet. “Ayah dan Ibu syok sekali dan sudah menyerahkan semuanya kepada yang berwenang. Kalau memang dia salah, biarlah dia menerima hukuman,” kata seorang kerabatnya.
Kehadiran Si Codet di Bali sebetulnya belum lama. Ia baru enam bulan menetap di Pulau Dewata dan memiliki profesi sebagai pemijat. Belakangan, ia mengaku juga menyediakan layanan “plus-plus” untuk kaum Adam. “Bukan karena saya gay. Cuma buat cari uang saja,” kata pria yang pernah bekerja sebagai tukang las dan memasang tarif Rp 100 ribu untuk pemijatan serta Rp 100 ribu tambahan jika pelanggan ingin diberi layanan “plus-plus” tadi.

"Kami mengenali  pelaku dari codet di wajahnya," ungkap Kompol M. Arif Sugiarto, Kasatreskrim Poltabes Denpasar (Foto:Gandi)

Selain dari pengakuan yang terlontar dari mulutnya sendiri, sejumlah barang bukti juga menegaskan hal itu. Antara lain, sejumlah pesan singkat (SMS) di telepon genggamnya dan juga di akun Facebooknya. Tapi ia menyangkal, menggunakan FB untuk mencari mangsa ciliknya. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari ia terlihat “normal”. Bahkan mengaku memiliki dua istri. “Istri pertama saya di Batam. Dengan dia, saya punya anak perempuan umur 3 tahun.” Di kota itu pula, Si Codet mengaku pernah “mengerjai” enam bocah perempuan.
Jika ia melayani sesama jenis dengan alasan untuk mencari uang, maka Codet juga punya alasan khusus tentang “hobi”nya memerkosa gadis cilik. Katanya, ia diminta makhluk gaib untuk memerkosa agar bisa tetap hidup setelah mengalami kecelakaan beberapa tahun silam. Akibat perbuatan jahatnya itu pula, di wajahnya terdapat bekas luka alias codet gara-gara dicakar salah seorang korbannya yang mencoba melawan.
Menyesalkah ia? “Ya, kalau ingat, sih, menyesal. Tapi itu, kan, bukan keinginan saya, melainkan roh halus yang membisikkan saya untuk melakukan itu,” ungkapnya dengan wajah tanpa ekspresi. Tanpa ragu, Si Codet juga mengakui perbuatannya itu kejam. “Saya juga membayangkan, jika anak saya yang jadi korban, saya pasti sakit hati. Makanya saya layak dihukum yang seberat-beratnya,” katanya.
Gandhi Wasono M.
Sumber : www.tabloidnova.com

Ibu Ainun Habibie Berpulang, Rencananya Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Presiden SBY Minta Prosesi Pemakaman Ditangani Negara

JAKARTA - Kondisi kesehatan mantan Ibu Negara Hasri Ainun Habibie terus memburuk. Istri Presiden ketiga RI Baharuddin Jusuf Habibie itu dilaporkan memasuki masa-masa paling kritis dari rangkaian tindakan medis yang dilakukan tim dokter Ludwig Maximilians Universitat Klinikum, Munchen, Jerman, sejak Maret lalu. Ainun dirawat pascadelapan kali operasi untuk mengangkat tumor paru-paru, bronkitis akut, dan lemah jantung.

''Saat ini keluarga sudah berkumpul di Munchen terkait kondisi Ibu. Bapak (Habibie, Red) dan Thareq Habibie beserta istri sudah di sana. Sementara Ilham Habibie masih dalam perjalanan ke Jerman,'' terang Watik Pratiknyo dari Habibie Center di Jakarta Sabtu kemarin (22/5).

Ainun yang kini berusia 72 tahun mengalami koma dan kondisinya masih sangat rentan. Pada pagi, sempat beredar kabar bahwa Ainun telah mengembuskan napas terakhir di Jerman. Namun, siangnya kerabat dekat mengklarifikasi kabar itu bahwa kondisinya memang sempat drop.

Tadi malam WIB update dari sejumlah kerabat dan kolega menyatakan bahwa kondisi Ainun berangsur stabil, walaupun masih belum lepas dari fase kritis dalam keadaan koma. Wanita kelahiran Semarang, 11 Agustus 1937, itu kini mendapat perawatan tim medis rumah sakit tercanggih di Jerman tersebut di bawah pengawasan Prof Dr Gerhard Steinbeck, spesialis penyakit jantung terkemuka di negara itu.

Staf pribadi Habibie, Marulloh Noor, mengatakan bahwa dirinya menerima kabar buruk melalui pesan SMS dari Habibie pukul 01.30 Sabtu dini hari WIB. Kondisi terburuk itu terjadi sejak tiga hari lalu. Sebelumnya keluarga mengharapkan Ainun bisa pulih. ''Kamis lalu masih sadar walaupun makannya hanya lewat infus. Tapi, saat itu masih bisa merespons ketika diajak bicara dan salat,'' kata Marulloh. Kemudian, kondisinya menurun drastis.

Menurut Marulloh, dokter sempat menyerah dan tak bisa melakukan perawatan medis lagi. Keluarga, kata dia, juga sudah bersiap dengan segala kemungkinan terburuk. ''Kami mohon doanya saja,'' ujarnya.

Berdasar pantauan Jawa Pos di kediaman Habibie di Jalan Patra Kuningan, Jakarta, mulai pagi hingga sore kesibukan sudah tampak. Sejumlah kerabat dan pekerja datang silih berganti. Beberapa petugas dari Garnisun juga sudah beraktivitas di kediaman Habibie. Salah seorang penjaga keamanan kediaman Habibie bernama Hendra mengatakan, mereka diperintah untuk membersihkan rumah dan mempersiapkan kemungkinan terburuk. ''Ya tau sendirilah, Mas. Saya tidak mau berandai-andai,'' ujarnya menjawab pertanyaan sejumlah wartawan.

Beberapa pihak juga sempat kecele ketika mendengar kabar menurunnya kondisi kesehatan Ainun. Jawa Pos sempat melihat beberapa florist mengantarkan karangan bunga duka cita ke kediaman Habibie. Namun, pihak keamanan dan sejumlah pegawai menolak dan meminta mereka mengembalikan karangan bunga tersebut. ''Kami belum mendapat kabar. Kondisi rumah kosong, Mas. Semua sudah ke Jerman,'' tutur dia.

Juru Bicara Presiden Julian Aldian Pasha ketika dihubungi mengatakan bahwa Presiden SBY telah menginstruksi Wapres Budiono agar memantau perkembangan kondisi Ainun. ''Presiden berpesan dan berdoa untuk kesembuhan Ibu Ainun. Presiden juga meminta Wapres Boediono menyiapkan segala sesuatu bantuan apa pun yang diperlukan untuk membantu Pak Habibie,'' kata Julian.

Presiden juga sudah meminta protokoler istana menyiapkan segala keperluan apabila kondisinya terus memburuk. Sebab, dalam kapasitas Habibie sebagai mantan presiden, segala kesiapan jika Ainun berpulang ditangani oleh negara. (zul/c4/iro)
jawapos.co.id

Diantar dengan Keroncong dan Militer

SOLO - Ribuan orang melepas kepergian sang maestro keroncong Gesang Marto Hartono ke peristirahatan terakhir kemarin, siang. Nuansa keroncong dan militer sangat terasa dalam prosesi pemakaman Gesang.

Meski bukan dari kalangan maupun keluarga TNI, prosesi pemakaman sang maestro keroncong yang wafat di usia 92 tahun ini dilakukan secara militer. Upacara kemiliteran ini diberikan karena Gesang sebelumnya telah menerima penghargaan berupa Bintang Budaya yang setara dengan Bintang Gerilya dari pemerintah Indonesia.

Ruang tamu berukuran 5 x 10 meter tampak sesak dipenuhi keluarga maupun kerabat Gesang. Ada yang memilih diluar rumah lantaran tak ada tempat untuk sekadar duduk memanjatkan doa. Tampak hadir tokoh penting di rumah itu seperti Menko Kesra Agung Laksono, Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan Tjetjep Suparman, Duta Besar Jepang Shiojiri dan Wakil Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo.

Tepat pukul 09.00 prosesi pemberangkatan jenazah dimulai. Ahmad Jueni, perwakilan dari keluarga yang merupakan tokoh masyarakat Kelurahan Kemlayan memberikan sambutan dalam acara ini.

Dia dan keluarga besar Gesang mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menghadiri pemakaman almarhum Gesang. "Saya mewakili keluarga mohon maaf kalau ada kesalahan dari Pak Gesang semasa hidupnya. Semoga arwah bapak diterima di sisi-Nya," ucapnya dalam sambutan pelepasan kemarin (21/5).

Setelah itu, Wawali Solo F.X. Hadi Rudiyatmo menyampaikan sambutannya. Dia menyatakan, sosok Gesang adalah orang yang dikenal dan dikenang dengan lagu Bengawan Solo. Bahkan, lagu tersebut mampu mengharumkan nama Solo. "Di mata saya Gesang adalah sosok orang yang sabar dan nrimo. Semoga beliau diampuni segala dosa-dosanya," ujarnya.

Setelah itu, jenazah diberangkatkan dari rumah duka ke Pendhapi Gede Balai Kota Solo dari rumah duka sekitar pukul 09.00, untuk disemayamkan. Peti jenazah Gesang keluar dari rumah duka di Jalan Bedoyo Nomor 5, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Laweyan, dengan diusung enam orang anggota Hizbul Wathan untuk dinaikkan ke mobil ambulans. Diiringi oleh seluruh anggota keluarga.

Di depan ambulans yang mengakut peti jenazah sudah terlihat ribuan orang yang ingin memberikan penghormatan terakhir bagi Gesang. Di antara ribuan orang ini terdapat sejumlah anak-anak sekolah dengan membawa alat musik dan foto Gesang. Mereka langsung menyanyikan lagu Bengawan Solo sambil berjalan di depan mobil jenazah. Rombongan anak - anak ini mengantar jenazah Gesang hingga ke perempatan Ngarsopuro. Setelah itu, mobil jenazah menuju ke Balai Kota Solo.

Di balai kota inilah nuansa militer sangat terasa. Sepuluhan prajurit TNI dari Korem 074/Warastratama Solo menyambut kedatangan peti jenazah Gesang. Mereka diikuiti puluhan prajurit keraton, prajurit Jogoprojo Satpol PP dan Jogotirto dari PDAM. Pihak keluarga kemudian menyerahkan jenazah kepada Wali Kota Solo Ir Joko Widodo.

Jenazah tersebut langsung diusung enam orang anggota TNI. Satu orang membawa foto Gesang, enam orang lainnya mendampingi pengusung jenazah. Kemudian di belakang diikuti prajurit dan keluarga masuk ke Pendhapi Gede Balai Kota Solo.

Di sana, masyarakat diberi kesempatan melihat dari dekat untuk memberikan penghormatan kali terakhir bagi Gesang. Wali kota berserta jajarannya kemudian melakukan salat jenazah. Setelah itu, bergantian disusul oleh masyarakat yang ingin menyalatkan Gesang. Di tempat ini sejumlah seniman, penyanyi dan tokoh masyarakat terlihat hadir. Waldjinah, kolega Gesang yang baru saja pulang dari rumah sakit juga ikut menyempatkan diri memberikan penghormatan terakhir. Dia menggunakan kursi roda lantaran belum pulih benar. Dia beberapa saat tertegun di depan foto Gesang yang terpampang di depan peti jenazah.

Setelah itu bergiliran sejumlah tokoh seperti pelawak senior Djudjuk Teguh, penyanyi keroncong Sundari Sukoco, mantan penyanyi cilik Bondan Prakoso, artis Murti Sari Dewi, dan aktor sekaligus anggota DPRD Solo Paundrakarna.

Usai salat Jumat, dilakukan upacara pelepasan yang dipimpin langsung oleh wali kota. Namun, sebelumnya terlebih dahulu dilakukan upacara brobosan. Dalam pelepasan tersebut, Wali Kota Solo Ir Joko Widodo menyatakan sangat kehilangan sosok Gesang yang dianggapnya sebagai guru yang periang.

Setelah itu, jenazah diberangkatkan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pracimaloyo, Makamhaji, Kecamatan Kartusara, Sukoharjo. Tampak banyak personel TNI berdiri di tiap sudut jalan masuk ke pemakaman.

Ribuan masyarakat telah berkumpul di tempat itu. Berteduh di bawah pohon-pohon Semboja dan atap-atap makam. Meski panas menyengat kulit, namun antusias mereka tak luntur bersama keringat yang membanjiri tubuhnya. Mereka tetap bersemangat untuk memberi penghormatan terakhir bagi tokoh mereka, sang maestro keroncong, Gesang.

Gesang dimakamkan di salah satu kompleks pemakaman keluarga Martodihardjo. Di permakaman tersebut sudah siap sebuah liang lahat selebar 220 x 70 cm, dengan kedalaman kira-kira dua meter. Kompleks pemakaman keluarga Martodihardjo berisi 13 makam. Dan semuanya merupakan keluarga dari Gesang. Termasuk bapak dan ibunya. Makam Gesang sendiri terletak di ujung barat dekat pintu masuk. Sedangkan di sebelah timurnya, membujur makam Mbah Kebon, salah satu kerabatnya.

Prosesi pemakaman Gesang dilakukan dengan upacara militer. Upacara tersebut digelar sebagai penghormatan kepada Gesang yang telah mendapat tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma. "Gelar tersebut diberikan kepada beliau karena sebagai seorang seniman telah mengharumkan bangsa Indonesia. Dan untuk menghormatinya, maka dilakukan upacara pemakaman militer ini. Sebenarnya, Pak Gesang pun layak dimakamkan di makam Pahlawan. Namun dari keluarga tidak mau," ungkap Dandim 0735 Surakarta Letkol Infantri Agus Subiyanto.

Pukul 14.30, jenazah Gesang tiba di Pracimaloyo. Setelah peti jenazah diletakkan di depan pintu permakaman keluarga Martodihardjo, upacara militer dilaksanakan. Sebagai Inspektur upacara adalah Danrem 074 Warastratama Kolonel Infantri Abdul Rahman Kadir. Sedangkan yang bertindak sebagai komandan upacara adalah Danramil Jebres Kapten Agus Widodo.

Dalam upacara tersebut diikuti oleh beberapa barisan TNI. Di antaranya adalah dari Kopasus, Kostrad, Kodim Kota Solo, dan Kodim Sukoharjo. Masing-masing satu pwleton. Ditambah lagi satu regu Salvo dari Kopassus sebanyak sebelas personel yang berbaris tepat di samping makam Gesang.

Tampak hadir pula Walikota Solo Joko Widodo dan Wakilnya F.X. Hadi Rudyatmo yang mengenakan jas hitam. Juga masyarakat yang membanjiri kawasan makam tersebut. Upacara berlangsung hitmat meski tingginya rasa ingin tahu dari masyarakat terus mengiringi proses pemakaman. Mereka berdesakan untuk melihat peristiwa tersebut dari dekat. Sempat terlihat beberapa petugas mengatur warga untuk sedikit mundur dari area upacara.

Setelah dikumandangkan azan, jenazah langsung dimakamkam. Namun sebelumnya, Gesang mendapat penghormatan dari regu Salvo. Sebuah tembakan mengiringi kepergian Gesang menuju liang lahat. Setelah upacara pemakaman berakhir, masyarakat pun beranjak meninggalkan permakaman tersebut. Satu per satu keluarga mendekat ke makam Gesang. Menatap makam Gesang beberapa saat sebelum mereka meninggalkannya. Tampak kesedihan masih melekat di wajah mereka.(im/rdo/by/nan)

sumber : Radar Solo, 22 Mei 2010

Rabu, 19 Mei 2010

Curhat Miss Jinjing, Dituduh Selingkuh & Diancam Dibunuh (2)

Dipaksa Mengaku Selingkuh
 
Anak-anak terpaksa kutinggal di rumah karena takut mendapat siksaan lagi, walaupun akhirnya ia memanfaatkan kondisi itu untuk menuduhku meninggalkan anak-anak. Ditemani tante-tanteku, akhirnya aku mengadu kepada ayahku. Ayahku amat kaget. Ibuku bahkan sampai kini tak tahu, karena ayah sangat melindungi perasaan Ibu yang baru saja sembuh dari sakit kanker.
Sebetulnya, tahun lalu aku sudah pernah mengadu kepada tante-tanteku dan mengutarakan keinginanku untuk bercerai dari Abang. Tapi mereka memintaku bertahan. Apalagi, di depan mereka, Abang menangis, minta maaf, dan bersikap manis padaku. Namun, kini aku tak tahan lagi. Aku pun bisa bernapas lega karena keluargaku akhirnya mendukung keputusanku.
Namun, semua itu rupanya masih belum berakhir. Awal Mei lalu, saat ke Medan untuk menenangkan diri sambil menyelesaikan tulisanku, teror itu kembali terjadi. Saat itu, aku minta tolong temanku Fadli Abdullah, untuk mencarikan kamar hotel. Fadli yang kebetulan tengah menginap di sebuah kamar suite hotel di sana, merelakan kamarnya kupakai, sementara ia menggunakan kamar lain.
Oleh karena empat hari sibuk menyelesaikan tulisan dan tak keluar kamar, malamnya aku lalu mengajak Bang Fadli menikmati suasana kota. Pulangnya, ada orang mengetuk kamarku, memberitahu ada oknum intel Polda mencariku. Aku mulai tak tenang. Seperti saat di kamar hotelku di Jambi ketika aku sempat pulang dua hari untuk menengok anak-anakku sebelumnya, di Medan telepon di kamar hotelku tak berhenti berdering.
Malamnya, Bang Fadli menelepon, memberitahu bahwa ia ditelepon Abang. Menurut Bang Fadli, suamiku menyuruhnya mengaku berselingkuh denganku. Kalau tak mau, dia akan dibunuh. Tengah malam, Bang Fadli kembali menelepon, memberitahu anak-anaknya di Banda Aceh disatroni orang tak dikenal. Dia terpaksa mengungsikan anak-anaknya. Aku merasa tak enak kepada Bang Fadli. Gara-gara menolongku, ia dan anak-anaknya ikut terlibat. Esoknya, aku pulang ke Jakarta dan mencari pengacara. Kami lalu melaporkan perilaku suamiku ke Bareskrim pada 8 Mei dan ke Propam Mabes Polri pada 10 Mei.
Saat harus menandatangani laporan BAP, aku menangis karena sebetulnya aku tak ingin melaporkan suamiku sendiri. Bagaimanapun, ia ayah anak-anakku. Tapi apa yang dilakukannya selama ini, sudah terlalu banyak melibatkan orang-orang yang tak bersalah. Sepulang dari Medan, aku kaget karena e-mail-ku tak bisa dibuka. Abang pun mengunci e-mail dan blog-ku. Itu ia akui sendiri. Facebook milikku pun diutak-atik. Ia memang tahu semua username dan password e-mail, blog, dan akun Facebook-ku.
Kalau boleh berkata jujur, sebetulnya, Abang cinta matiku. Makanya aku rela bertahan belasan tahun hidup bersamanya meski selalu dipukuli. Namun, kini aku ingin hidup tenteram, jauh dari kekerasan fisik dan mental yang selama ini selalu mencekamku. Biarlah perceraianku ini jadi kado ulang tahunku, 20 Mei mendatang. Kado yang tak pernah kuharapkan sama sekali... 

”Tuhan Pasti Memberi Kekuatan”
 
”Kita mengakui hidup ini tidak pernah akan berjalan sempurna terus seperti yang kita inginkan, segala sesuatu dalam hidup kita yang “well planned” maupun “well organized”, ternyata ada juga yang berakhir dengan kegagalan.”
Begitu sepenggal kalimat yang ditulis Rere alias Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Reinhard Hutagaol Sik., suami Miss Jinjing, tertanggal 11 Mei lalu. Pak polisi yang satu ini memang rajin mengisi blog pribadinya, Polisi Oh Polisi, dengan berbagai tulisan dengan topik-topik yang menyangkut profesi, pengalaman hidup, serta orang-orang di sekitarnya.
Namun, tak seperti sebelum-sebelumnya, belakangan ini Rere kerap mengangkat topik berbau rohani. “Mohon maaf untuk beberapa waktu ini saya jadi suka menulis tentang kerohanian, saya hanya sedang belajar menemukan suatu yang bermakna dibalik tulisan saya...” tulis Rere yang pernah menjadi Kapolsek Cilincing, Jakarta Utara (2001-2002).
Dari berbagai tulisan di blog-nya, terkesan jelas ada dua perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hati ayah dari tiga anak lelaki ini. Yang pertama, tentu saja Miss Jinjing, sang istri, yang mendapat panggilan mesra dari Rere, yaitu “yayang tercinta, mantan pacar”. Yang kedua adalah adik kandungnya, Trinity. Adik perempuannya yang bernama asli Perucha ini, sukses mengangkat blog-nya “Naked Traveler” menjadi buku berjudul sama dan sangat laris di pasaran. “Saya sangat bangga pada adik saya,” tulis polisi berprestasi di Polda Jambi yang kini menjabat sebagai Kepala Detasemen 88 Anti teror Polda Jambi ini.
Entah apa yang tengah terjadi, yang jelas di Twitter-nya (Reregaol), ia menulis, “Maksud Tuhan kadang kita tidak mengerti, di balik kegagalan kemarin, aku ternyata dibuat mengerti tentang pengkhianatan dan kesetiaan...” Sayangnya, suami Miss Jinjing ini tak bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya berkaitan dengan pengakuan istrinya. 

Penegak Hukum Tapi Mengancam
 
Pengacara Mis Jinjing untuk kasus pidananya, Ariano Sitorus, BAc, SH, MM, mengungkapkan, kliennya terpaksa melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri untuk kasus kriminalnya dan ke Propam Mabes Polri karena merasa sangat terancam. Selain itu, apa yang dilakukan suami kliennya itu sudah merembet ke pekerjaan kliennya yang berhubungan dengan pihak-pihak lain yang bekerjasama dengannya.
“Apalagi dia juga masuk ke blog klien saya dan merusaknya. Kami juga akan mengaitkannya dengan pelanggaran UU IT. Klien saya sudah sangat takut untuk kembali ke Jambi. Seharusnya, sebagai penegak hukum, suaminya tidak melakukan hal itu. Apalagi melakukan ancaman pembunuhan. Kalau penegak hukum bersikap seperti ini, lalu ke mana masyarakat mencari perlindungan hukum?” tanya Ariano.
Hasuna Daylailatu
sumber : www.tabloid nova.com

Curhat Miss Jinjing, Dituduh Selingkuh & Diancam Dibunuh (1)



Kisah hidup Amelia Masniari yang lebih dikenal dengan sebutan Miss Jinjing, sungguh jauh berbeda dengan kesannya yang selama ini serba glamor dan ceria. Ibu tiga anak ini ternyata banyak menyimpan duka mendalam. Ia mengaku sering dianiaya suaminya dan itu sudah berlangsung sejak lama. Selain disebut sebagai pembawa sial, Miss Jinjing juga dituduh selingkuh. Ia pun memilih cerai.
Dilihat dari luar, hidupku memang membuat banyak perempuan iri. Aku sering berbelanja barang bermerek, baik di dalam maupun luar negeri, sekaligus keluar-masuk butik terkenal. Malah, aku juga sudah menerbitkan tiga buku tentang Miss Jinjing, ikon ciptaanku yang identik dengan kegiatan belanja.
Namun, di balik segala kemewahan, aku terkadang sedih memikirkan hidupku. Semua kesenangan itu seolah semu. Banyak siksaan yang kualami selama 12 tahun menikah dengan suamiku, AKBP Reinhard Hutagaol. Terkejut? Tapi itulah kenyataan yang harus kuhadapi sehari-hari, di sepanjang usia pernikahan kami.


Tak Disetujui
Aku dan Abang, begitu aku menyapa suamiku, berpacaran sejak aku kelas 2 di SMA 70 Jakarta. Ia adalah kakak kelasku. Saat ia lulus dari Akademi Kepolisian, kami sempat putus karena orangtuaku tak menyetujui hubungan kami. Sempat berpacaran dengan orang lain, namun akhirnya cinta kami terpaut kembali.
Belakangan ini aku sadar, feeling orangtua terhadap anaknya memang kuat. Mungkin selama ini aku bodoh, ya? Padahal, sikap kasar Abang sudah terlihat sejak kami masih berpacaran. Kalau aku bersahabat dengan teman lelaki dan pergi bersama, Abang akan memukuli sampai sahabatku itu babak belur.
Setelah menikah tahun 1998, aku yang tinggal dan besar di Jakarta, tinggal di rumah mertua. Sikap kasar Abang terhadapku muncul ketika anak pertama kami, Alessandro (11), berusia seminggu. Pada masa itu, Abang sering pulang malam sementara aku di rumah sendirian mengurus Ales tanpa pembantu. Mungkin karena lelah, aku marah pada Abang yang pulang malam. Tanpa kuduga, emosi Abang tersulut juga. Plaak! Ia menamparku.
Ketika hamil anak kedua kami, Carlo (8), aku juga pernah ditendang dan dipukul. Namun, aku tidak menceritakan kekerasan yang dilakukan Abang kepada ayah dan ibuku. Tahun 2004, aku mengikuti Abang yang dipindahtugaskan ke Jambi. Di sana, kekerasan demi kekerasan terus terjadi.


Dianggap Bawa Sial
Entah kenapa, setiap kali ada masalah dengan pekerjaannya, Abang selalu menyalahkanku sebagai penyebab. Kuakui, aku memang sibuk beberapa tahun terakhir ini. Namun, aku merasa tetap memerhatikan suami dan anak-anakku (anak ketiga Amy bernama Matteo, kini berusia 5 tahun, Red.). Memang, sejak di Jambi, aku mulai menulis untuk mengisi kekosongan waktu. Tanpa diduga, ternyata blogku digemari banyak orang dan kesibukanku sebagai Miss Jinjing pun dimulai.
Tanggal 13 Mei lalu, ia kembali menganiaya aku. Rupanya ia lagi-lagi tidak lulus tes untuk ke sekian kalinya. Entahlah tes untuk kenaikan jabatan atau urusan sekolah. Sampai di rumah, Abang menyalahkanku. Katanya, aku tidak mengurusnya, tak berguna, pembawa sial, serta mabuk popularitas.
Selain menganiaya secara fisik, Abang juga sering mengata-ngataiku sebagai pembawa sial. Aku tak terima! Kukatakan kepadanya, aku mendapat pendidikan cukup tinggi (Amy lulusan S2 Jurusan Komunikasi UI, Red.) dan dari sisi pekerjaan aku berhasil. Jadi. kalau Abang gagal, ya, memang itu apesnya dia. Akhirnya aku bilang, akan pulang ke Jakarta dan menceritakan kepada keluargaku apa yang telah dilakukannya padaku selama ini.
Di hari keberangkatan, aku kembali pamit. Tanpa kuduga, dia langsung menyeretku dari satu kamar ke kamar yang lain, lalu menghajarku dengan tangannya yang kuat. Telinga dan rahangku sakit luar biasa. Begitu Abang lengah, aku langsung berteriak minta tolong, memanggil pembantu dan minta disiapkan mobil. Matteo kubawa dan aku langsung ke rumah sakit untuk melakukan visum. Sejak itu aku tak berani pulang ke rumah.
Hasuna Daylailatu / bersambung

Senin, 17 Mei 2010

Musim Ikan, Hujan Menghadang

BANYUWANGI-Nasib nelayan di Pantai Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, benar-benar memprihatinkan. Selama beberapa bulan mereka terpaksa tidak melaut karena sepi ikan. Kini di kala musim panen ikan, justru cuaca di laut kurang bersahabat.

Hujan angin yang hampir terjadi setiap hari di Pantai Selatan membuat nelayan enggan melaut. "Selain hujan dan angin, ombak di tengah laut juga sangat besar. Jadi, banyak yang takut mencari ikan," tutur Pak Man, nelayan di Pantai Pancer, kemarin (15/5).

Man menuturkan, saat ini sebenarnya nelayan sudah saatnya memanen ikan setelah beberapa bulan paceklik. Namun, cuaca yang kurang bersahabat, kata dia, mengakibatkan nelayan tidak bisa menikmati musim panen ikan. "Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, teman-teman nelayan ada yang pulang kampung. Ada yang cari emas, dan sebagian menanam padi," ungkapnya.

Sementara itu, pantauan wartawan koran ini menyebutkan, suasana di tempat pelelangan ikan (TPI) Pancer yang biasa ramai jual-beli ikan, kemarin sepi. Hanya ada dua orang penjual ikan di tempat tersebut. Sementara itu, ratusan perahu nelayan hanya mangkrak di tepi pantai. Sebagian perahu mulai beralih fungsi menjadi tempat jemuran pakaian.

Kondisi serupa juga dialami nelayan di Pelabuhan Boom, Banyuwangi. Selain cuaca tidak mendukung untuk mencari ikan di tengah laut, air laut juga sedang surut. Sehingga, perahu nelayan tidak bisa keluar dari muara. Praktis, nelayan tidak bisa pergi melaut kalau perahu tidak bisa melewati muara.

Langit pun diselimuti mendung sepanjang hari kemarin. Bahkan, beberapa hari ini, Banyuwangi terus diguyur hujan deras. Cuaca basah itu menjadi kendala bagi nelayan yang harus berlayar ke tengah laut. (azi/irw)
sumber : Radar Banyuwangi, 16 Mei 2010

Jumat, 14 Mei 2010

Siswa Pedalaman Belajar di Gubuk

SITUBONDO-Semangat untuk terus membangun dan memajukan dunia pendidikan, memang tidak boleh pudar. Meski dengan keterbatasan sarana-prasarana, pendidikan harus tetap diberikan kepada masyarakat. Terutama bagi mereka, yang berekonomi lemah. Apalagi, yang berada di daerah pedalaman.

Seperti yang dilakukan sekelompok pemuda yang ada di Dusun Kocapeh, Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, Situbondo. Meski hanya berupa pondok kecil dari bambu, serta beratap plastik dan ilalang, mereka menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat belajar anak-anak sekitar. Padahal, luasnya hanya 3 x 4 meter. "Yang penting anak-anak warga di sini bersekolah. Meski materi pelajaran yang kita berikan sangat dasar sekali. Tapi paling tidak, ada tambahan pengetahuan kepada mereka," terang Zainudin, pendiri sekolah itu, kemarin (13/5).

Selama ini, tutur dia, banyak orang tua di daerah tersebut yang tidak perduli terhadap pendidikan anaknya. Mereka lebih tertarik mengajak anaknya bekerja di ladang. "Apalagi, jarak sekolah yang ada saat ini cukup jauh," ungkapnya.

Usia sekolah yang didirikan Zainuddin baru dua bulan. Meski demikian, muridnya sudah ada 20 anak. Rinciannya, sebelas siswa dan sembilan siswi. Sejumlah warga berharap, pemerintah peduli terhadap nasib pendidikan warga Dusun Kocapeh itu. Jika ada bantuan, itu akan dijadikan modal membangun gedung sekolah yang lebih layak.

Warga ingin, tempat belajar yang ada saat ini menjadi cikal-bakal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga kelak bisa menampung anak-anak warga Dusun Kocapeh, yang terdapat 500 kepala keluarga (KK). "Kalau seperti sekarang ini, hujan sedikit langsung basah kuyup. Siswa juga tidak bisa konsentrasi," tutur Syaifullah, salah satu warga setempat. (pri/irw)

sumber : Radar Banyuwangi, 14 Mei 2010

Gadis 12 Tahun Dijual Oleh Ibunya Kepada 100 Pria

berita2.com (Canberra): Seorang ibu menjual anak perempuannya sebagai pelacur. Wanita Australia itu telah menyuruh putrinya yang baru berumur 12 tahun melayani lebih dari 100 pria.

Atas perbuatannya, wanita berumur 41 tahun tersebut divonis penjara 10 tahun oleh pengadilan Australia. Demikian seperti diberitakan media Australia, The Examiner dan dilansir Sydney Morning Herald, Jumat (14/5/2010).

Di persidangan terungkap, wanita yang demi alasan hukum dirahasiakan namanya itu, telah memesan sebuah kamar hotel untuk digunakan oleh putrinya dalam melayani para pria. Wanita asal Tasmania, Australia itu bekerja sama dengan pasangannya, Garry John Devine (51).

Selain memesan kamar di Hobart, Tasmania, wanita itu juga menyedikan kondom dan pelumas untuk aksi pelacuran putrinya. Kamar tersebut digunakan selama dua malam. Devine bertugas mengawasi sang anak perempuan tersebut. Selama dua malam itu, Devine bertugas mengetuk pintu kamar guna memberitahu para pria bahwa waktu mereka telah habis.

Praktek pelacuran itu kemudian dilanjutkan di kediaman Devine. Sang ibu tetap menyediakan kondom dan pelumas untuk putrinya. Hal itu terus berlangsung selama sebulan.

Diperkirakan anak perempuan itu telah berhubungan seks dengan lebih dari 100 pria selama kurun waktu sebulan tersebut. Sang ibu akan mengenakan biaya tambahan 50 dolar Australia bagi para pria yang tidak mau memakai kondom. Akibatnya, anak malang tersebut mengalami beberapa penyakit kelamin.

Hasil dari bisnis seks tersebut dibagi oleh wanita itu dengan Devine. Sebelumnya dalam wawancara dengan kepolisian, wanita itu sempat membantah praktek pelacuran tersebut.

http://www.berita2.com/internasional/asia--pasifik/5350-gadis-12-tahun-dijual-oleh-ibunya-kepada-100-pria.html

Sabtu, 08 Mei 2010

KPU Pusat Beber Bacabup Krusial

BANYUWANGI-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat menilai dua pasangan cabup pemilukada Banyuwangi masih krusial legalitas dan legitimasi dukungan partai politik (parpol)-nya. Dua pasangan yang masih krusial itu adalah pasangan Brigjen (Pur) Mulyono-Untung Harjito dan pasangan Ratna Ani Lestari-Pebdi Arisdiawan.

Penegasan itu disampaikan Ketua Pokja Pemilukada KPU Pusat, I Gusti Putu Artha, kepada sejumlah wartawan di kantor KPU Banyuwangi kemarin (7/5). Dari lima pasang bakal calon yang mendaftar di KPU, kata Putu, dukungan parpol yang krusial ada pada bakal calon Mulyono dan Ratna Ani Lestari. Di pasangan Mulyono, krusial karena dukungan PKNU hingga saat ini belum beres.

Menurut Putu, dukungan Mulyono masih akan dilakukan klarifikasi dengan DPP PKNU pada Senin mendatang. Pasangan Ratna-Pebdi termasuk krusial, karena Partai Golkar sebagai pendukungnya sudah dinonaktifkan oleh DPP.

Dukungan parpol pada tiga bacabup lain tidak krusial. Pasangan Abdullah Azwar Anas-Yusuf Widyatmko sementara sudah klir, dan pasangan Jalal-Yusuf Nuris hanya ada perbaikan kecil. Begitu juga dengan pasangan Emilia Contessa-HA Zainuri Ghazali, hanya ada perbaikan soal ijazah.

Setelah dilakukan klarifikasi dan verifikasi, ada titik terang dan sudah tidak terlalu krusial. "Pemilukada di Jatim, Banyuwangi yang paling krusial. Makanya, perhatian KPU pusat di Jatim fokus pada pemilukada Banyuwangi," tegasnya.

Penegasan mengenai posisi lima bakal cabup itu juga ditegaskan Putu pada saat menjadi narasumber workshop Pendidikan Pemilih Pemilukada di Hotel Mirah kemarin. Workshop tersebut juga menghadirkan narasumber Andre Dewanto (KPU Jawa Timur), Samsudin Adlawi (Direktur Radar Jember-Banyuwangi), dan sang moderator, Syamsul Arifin (Ketua KPU Banyuwangi).

Putu menegaskan, posisi krusial dua bacabup itu setelah mendapat pertanyaan Ketua Panwas, Jaenuri. Pada kesempatan itu, Jaenuri mempertanyakan apakah rekomendasi parpol masuk kategori syarat maju cabup. "Pertanyaan ketua Panwas, saya jawab rekomendasi bukan bagian syarat bakal cabup," tegasnya.

Menurut Putu, UU menyatakan bahwa seorang bakal calon bupati hanya diusung oleh parpol dan gabungan parpol. Yang berhak mendaftarkan calon adalah ketua dan sekretaris parpol yang mendapat pengesahan dari dewan pimpinan pusat (DPP).

Terkait pasangan bakal cabup yang diusung Golkar, kata Putu, tergantung hasil verifikasi yang sudah dilakukan KPU kepada DPD dan DPP Partai Golkar. "Ending-nya bukan ditentukan pada saat mendaftar, tapi hasil verifikasi selama beberapa hari yang dilakukan KPU," tegasnya.

Putu menambahkan, saat ini KPU belum ada keputusan apa pun terhadap lima bakal pasang calon. Saat ini masih pada tahap perbaikan syarat administrasi.

Kemungkinan apa saja bisa terjadi. Sebab, dukungan parpol hanya bagian elemen syarat. Bakal calon bisa gugur karena elemen syarat yang lain. "Contohnya, kalau calon yang bersangkutan ditemukan menggunakan ijazah palsu. Hal-hal seperti itu bisa menggugurkan calon," jelas Putu.

Oleh karena itu, lima pasang calon tersebut akan ditentukan pada tanggal 14 Mei 2010 mendatang. Pada tanggal itu, KPU akan menetapkan calon yang memenuhi syarat dan calon yang tidak memenuhi syarat. "Sekali lagi, KPU belum menetapkan calon yang lolos dan calon yang gugur. Semua tergantung hasil perbaikan calon," tandasnya.

Putu mengaku, sudah melakukan supervisi terhadap KPU dalam menghadapi penetapan tanggal 14 Mei mendatang. Keputusan apa pun yang diambil KPU Banyuwangi pada tanggal 14 Mei 2010 sudah sepengetahuan KPU pusat dan KPU provinsi.

Oleh karena itu, Putu menegaskan kalau warga tidak puas dengan keputusan itu, tidak perlu melakukan aksi demo di KPU Banyuwangi tapi langsung ke KPU pusat. Sebab, aksi di KPU Banyuwangi tidak akan menghasilkan perubahan keputusan apa pun. "Intinya, KPU pusat memberikan atensi khusus pada pelaksanaan pemilukada karena berpotensi macam-macam," pungkas Putu.

Sementara itu, Plt Ketua DPD Partai Golkar Banyuwangi, Tomo Budi Harsojo, dan "kabinetnya" melakukan safari politik ke Muspida kemarin (7/5). Sasaran pertama roadshow mereka adalah mendatangi pimpinan DPRD Banyuwangi. (afi/bay)
sumber : radar banyuwangi, 8 Mei 2010

Jumat, 07 Mei 2010

Kelulusan Hasil UN SMP Tahun 2010

JAKARTA (Suara Karya): Sama seperti di tingkat SMA, angka kelulusan ujian nasional (UN) di sekolah menengah pertama (SMP) tahun 2010 juga jeblok alias turun cukup signifikan dibanding UN 2009, yaitu dari 95,05 persen menjadi 90,27 persen. Atas dasar itu, jumlah siswa yang akan ikut UN ulang SMP pada 17-20 Mei mendatang sebanyak 350.798 dari total 3.605.163 peserta.
"Faktor penyebab turunnya angka kelulusan UN SMP boleh dibilang sangat beragam dan terkait satu sama lain," kata Mendiknas Muhammad Nuh kepada pers di Jakarta, Kamis, tentang rencana pengumuman kelulusan UN SMP pada 7 Mei secara serentak di seluruh Indonesia.
Nuh menyebut 10 provinsi yang memiliki angka ketidaklulusan tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (39,87 persen), Gorontalo (38,80 persen), Bangka Belitung (34,69 persen), Kalimantan Timur (29,97 persen), DKI Jakarta (28,97 persen), Kalimantan Barat (27,49 persen), Bengkulu (24,03 persen), DI Yogyakarta (21,98 persen), Sulawesi Tenggara (20,30 persen), dan Kepulauan Riau (18,79 persen). "DKI Jakarta yang selama ini menjadi barometer pendidikan nasional pun mencatat hasil UN tidak menggembirakan. DKI Jakarta masuk lima besar provinsi dengan angka ketidaklulusan tertinggi," ujar Nuh.
Sekolah dengan angka kelulusan nol persen atau ketidaklulusan 100 persen mencapai 561 sekolah negeri maupun swasta. Sementara 17.852 sekolah mencatat kelulusan 100 persen.
"Jika melihat jumlah SMP di seluruh Indonesia sebanyak 43.666 sekolah, angka sebesar 561 sekolah itu terlalu besar karena hanya 1,13 persen. Sekolah-sekolah itu akan mendapat intervensi kebijakan dan pembinaan dari pemerintah," ucap Nuh.
Mendiknas menyebutkan, provinsi yang memiliki sekolah dengan angka ketidaklulusan 100 persen tertinggi, yaitu Jawa Tengah (105 sekolah), Jawa Timur (54), DKI Jakarta (51), Gorontalo (47), Kalimantan Barat (34), Banten (27), Nusa Tenggara Timur (26), Maluku Utara (24), dan Papua (18).
"Di DKI Jakarta, sekolah yang memiliki ketidaklulusan 100 persen terbanyak adalah 45 sekolah swasta dan 6 sekolah negeri. Sedangkan di Jawa Tengah, kondisinya justru terbalik, terbanyak di sekolah negeri, yaitu 84 sekolah, dan 21 sekolah swasta," tutur Nuh.
Jika dilihat dari jumlah mata pelajaran yang tidak lulus UN, Mendiknas menyebutkan, 74.317 siswa (21,19 persen) mengulang satu mata pelajaran (MP), 130.277 siswa (37,14 persen) mengulang dua MP, 103.185 siswa (29,41 persen) mengulang tiga MP, dan 43.019 siswa (12,26 persen) mengulang empat MP.
"Mata pelajaran yang diujikan dalam UN ada empat, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam," kata Mendiknas, yang belum dapat merinci mata pelajaran yang memiliki angka ketidaklulusan tertinggi pada UN SMP.
Kecenderungan menurunnya angka kelulusan UN di tingkat SMP maupun SMA, menurut guru besar bidang pendidikan sejarah dan kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Said Hamid Hasan, menandakan pemerintah gagal dalam memberi layanan pendidikan yang bermutu kepada seluruh masyarakat. "Banyak hal yang menjadi faktor penyebab turunnya angka kelulusan UN, bukan sekadar siswa yang katanya makin jujur. Jika soal kejujuran yang dijadikan alasan, itu bahkan naif. Saya menduga, siswa mendapat nilai jelek karena sebenarnya mereka belum siap ikut UN," katanya.
Ketidaksiapan itu, menurut Hamid, terkait ketidakmampuan guru dalam menjelaskan materi pelajaran, fasilitas pendidikan minim, ketidaksediaan buku pelajaran, kemiskinan, juga ketidakmampuan siswa dalam menyerap pelajaran karena malanutrisi.
"Kita tidak boleh menutup mata atas kondisi pendidikan di sejumlah wilayah, terutama Indonesia Timur. Mereka sebenarnya tidak bodoh, tetapi ada faktor penghalang yang membuat mereka tidak lulus UN. Bagaimana siswa bisa menjawab soal UN kalau guru langka dan harus mengajar di banyak kelas. Bagaimana siswa bisa memahami apa yang diajarkan guru kalau belajar dalam kondisi lapar. Hal-hal semacam ini harus dipahami pemerintah," kata Hamid.
Karena itu, saat ini bisa menjadi momentum pemerintah untuk melakukan perbaikan berdasarkan hasil kajian UN. Perbaikan itu harus dilakukan dengan multimetoda dan multipelayanan agar sekolah-sekolah yang nilai UN-nya jelek bisa mengejar ketertinggalan mereka.
"Kalau mau bicara jujur, sebenarnya hasil UN sekarang tidak seharusnya menjadi salah satu syarat kelulusan siswa. Karena standar layanan pendidikan tidak sama antarwilayah, sehingga hasil UN pun menjadi tidak fair, terutama bagi siswa dengan layanan pendidikan yang tidak sebaik di kota-kota besar," kata Hamid.
Senada, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) HAR Tilaar menyatakan, penurunan angka kelulusan SMP maupun SMA menandakan ada yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia. "Pemerintah belum memberi layanan pendidikan yang memadai bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi melakukan UN dengan mengandaikan kondisi pendidikan sama di seluruh Indonesia. Bagaimana bisa mengukur dengan tepat kondisi pendidikan kalau standar layanannya tidak sama," ucapnya.
Padahal, lanjut Tilaar, anak tidak sepenuhnya salah jika tidak lulus UN. Sebab, bagi sebagian siswa, terutama mereka yang tinggal di Indonesia timur, bisa saja materi soal UN belum benar-benar dipahami. "Sejak awal saya kurang setuju dengan pelaksanaan UN. Bukannya saya anti-UN. Saya menilai UN belum bisa diterapkan karena kondisi pendidikan tidak sama sekarang ini," kata Tilaar menandaskan. (Andira/Pudyo Saptono/Endang Kusumastuti/Tri Wahyuni)

Ritual Gelar Sugihan Jawa Jelang Galungan

BANYUWANGI-Sepuluh hari menjelang perayaan Galungan, ratusan Umat Hindu melaksanakan upacara Sugihan Jawa di Pura Bukit Amerta, Dusun Kalisuro, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, kemarin (6/5). Sejak pagi, umat Hindu dari berbagai kecamatan di Banyuwangi, itu sudah berdatangan di pura yang terletak di atas bukit tersebut.Begitu sampai di Pura Bukit Amerta, ratusan orang yang mengenakan pakaian adat Hindu, itu langsung membaur. Mereka mengikuti ritual, yang dipimpin Romo Pinandita Katimin Doto.

Ketua Panitia Sugihan Jawa, Sudarmianto mengatakan, kegiatan tersebut mengandung arti untuk mengenang para leluhur dan Maharesi Markandea (penyebar agama Hindu pertama di Indonesia). Selain itu, bertujuan membersihkan peralatan upacara menyambut datangnya hari raya Galungan, yang akan datang Rabu, pekan depan. "Tradisi ini rutin digelar setiap enam bulan sekali menjelang Galungan,'' katanya. (azi/irw) 
sumber : radar banyuwangi, 7 Mei 2010

Dipaksa Nikah, Batal Ikut Ujian

BANYUWANGI- Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) berakhir kemarin. Usai mengikuti UASBN selama tiga hari, tampaknya beban 25.794 siswa belum berakhir. Mereka akan mengikuti Ujian Akhir Sekolah Daerah (UASDa).

Pelaksanaan UASDa akan diselenggarakan mulai hari ini (7/5) hingga 10 Mei mendatang. Selama tiga hari, ribuan siswa tersebut akan mengerjalan soal-soal ujian yang meliputi pelajaran Agama, IPS, Bahasa Jawa, PKn, dan Bahasa Using.

Berdasarkan pantauan koran ini, sebanyak 119 siswa SDN Penganjuran IV dan delapan siswa SDK Petra Banyuwangi melaksanakan UASBN di satu tempat, yaitu di SDN Penganjuran IV Banyuwangi.

Kepala SDN Penganjuran IV, Emmy Tri Astutik mengatakan, hingga hari ketiga pelaksanaan UASBN tidak ada kendala berarti. Naskah soal dan lembar jawaban komputer (LJK) yang diterima semuanya dalam kondisi bagus dan dengan jumlah yang cukup. Dia optimistis tingkat kelulusan di sekolahnya mencapai angka seratus persen. "Tahun lalu lulus seratus persen. Jadi tahun ini pasti bisa," tegas Emi.

Sementara itu, 60 siswa dari enam sekolah berbeda melaksanakan UASBN di SDN 1 Gumuk, Kecamatan Licin. Enam sekolah tersebut adalah SDN Gumuk 1, SDN Gumuk 2, SDN Gumuk 3, SDN Jelun 1, SDN Jelun 2, dan SDN Banjar 1. Renovasi sekolah yang masih belum selesai, membuat para siswa ini mengerjakan soal ujian di gedung tanpa dilengkapi plafon.

Menurut keterangan Kepala SDN Gumuk 1, Ponidinarto, pelaksanaan UASBN berjalan lancar sejak hari pertama hingga hari terakhir. Meski akses menuju sekolah tersebut sedikit sulit, namun naskah soal dan LJK didistribusikan tepat waktu. Begitu juga dengan semua peserta UASBN, tidak ada yang absen hingga hari terakhir, kemarin. Pengawalan dari pihak polsek setempat juga masih dilakukan setiap hari melalui patroli ke seolah-sekolah penyelenggara UASBN.

Sementara itu, pada pelaksanaan UASBN kali ini ternyata masih diwarnai oleh ketidakhadiran siswa karena alasan pernikahan. Seperti yang terjadi pada Nasuah, 13, siswa SDN Gumuk 3. Karena dipaksa menikah oleh orang tuanya. Siswi yang tinggal di Desa Tambong, Kecamatan Kabat ini, terpaksa harus berhenti sekolah dan tidak mengikuti UASBN.

Ironisnya, pernikahan ini terkesan dipaksakan, karena Nasuah masih di bawah umur, serta masih ingin melanjutkan sekolahnya. Kepala SDN Gumuk3, Achmad Asrosi menjelaskan, sejak dua bulan menjelang pelaksanaan UASBN, dia sudah berusaha untuk membujuk Nasuah agar mau melanjutkan sekolahnya.

Awalnya Nasuah bersedia, namun setelah beberapa hari bersekolah, Nasuah kembali absen. Akhirnya Asrori mendatangi orang tua Nasuah untuk membiarkan anaknya bersekolah. Bukannya mengizinkan, orang tua Nasuah malah menawarkan pembayaran kepada Asrori agar mengizinkan Nasuah untuk keluar dari sekolah dan menikah. Karena Asrori menolak, akhirnya Nasuah nekat dinikahkan dengan nama dan umur palsu. "Kalau tidak salah diganti Khomsiyah, itu untuk menghilangkan jejak," tuturnya. (mg2/aif)
 sumber: radar banyuwangi, 7 Mei 2010

Kamis, 06 Mei 2010

Kisah Cinta Jane Dengan Pria Transgender Terus Dapat Dukungan

Jane Deviyanti Hadipoespito (21) diliputi rasa duka. Pasalnya sang suami, Alterina Hofan (32), lelaki transgender akhirnya meringkuk di tahanan lantaran dituduh memalsukan identitas. Tak kurang akal, gadis tuna rungu ini membuat 'Gerakan Peduli Alter dan Jane' di situs jejaring sosial Facebook. Dukungan kini mencapai hampir 2 ribu orang.
Berikut penuturan Jane selengkapnya dalam akun Facebook:
Ini adalah kisah nyata saya seorang Tuna Rungu , Jane Hadipoespito , anak dari seorang CEO yang menjadi "KORBAN" ke-egoisan orang tua saya yang lebih mengutamakan harta, ego, harga diri, dan nama baiknya.
Saya hanya ingin menemukan kebahagiaan yang tidak bisa dibandingkan dengan uang seberapa pun besarnya. Oleh karena itu saya ingin sekali berbagi cerita dengan teman dan saudara - saudara, supaya menyadarkan dan membuka mata hati mereka sebagai orang tua ...
Di sini saya ingin mengekspos semua kelakuan mami saya selama ini dari sejak tahun lalu (2009). Sebenarnya saya sungguh-sungguh mencintai suami saya (Alter) sepenuh hati, akan tetapi, mami saya selalu mengejek-ejek dia. Selalu ngomong yang gak benar tentang suami saya. Padahal saya yang tahu semuanya tentang Alter, maka saya membantah semua omongan mami saya, bahwa omongannya itu tidak ada yg benar sama sekali, asli 100% rekayasa nya.. saya tidak mengerti kenapa mami saya bisa seperti itu..
Saya benar-benar tidak menyangka tega-teganya seorang ibu terhadap anaknya. Saya selalu percaya bahwa cinta ibu itu sepanjang jalan, tapi nyatanya? Berikut ini saya akan ceritakan mengenai kejahatannya terhadap saya, yaitu :
1. Saat itu, mami ada Dokter Bob (Koh Hai Nock) dari Taiwan, yg katanya dokter ahli terapi dan tulang, kesehatan, bisa menyembuhkan kanker.. Waktu itu tahun 2007, saya pernah hampir mau diperkosa oleh Dr. Bob. Karena dia masuk ke kamar saya jam 4 pagi subuh, dan mulai meraba2 tubuhku dengan alasan mau terapi perutku karena ada masalah di perut, kemudian dia mulai meraba-raba ke bawah... Ketika saya mengadu ke mami , mami malah gak percaya... katanya gak mungkin Dr. Bob berani begituan.
2. Saat saya meminta untuk bertemu dengan Alter, dilarang oleh mami saya, dengan alasan yg tidak masuk akal yg mengatakan bahwa Alter itu sudah tua (umur 31 tahun), beda 9 tahun denganku, bukan 3B, bukan orang jawa, dan jg bukan seorang laki2) --> semua ini benar2 tidak masuk akal.
3. Mami saya langsung mengurung saya selama 2 minggu hanya karena dia takut saya akan bertemu dengan Alter, bahkan pernah sempat mengancam saya yang katanya kalo saya masih suka dan pacaran dengan Alter dan tidak mau putus dari Alter, mami akan kirim orang untuk membunuh Alter. (saat itu dia ngomongnya bisik2 sehingga gak ada satupun yg tahu)
4. Mami saya sungguh jahat, nggak mau merelakan saya, bahkan sudah saya bilang, mendingan saya putus hubungan keluarga dan aku udah gak mau berhubungan lagi dengan mami papi saya, tetapi mereka menolak...
Kenapa selalu memperpanjang-panjang masalah yang akhirnya tidak ada henti-hentinya???...
5. Mami saya bayar pengacara untuk bikin laporan penculikan yg mengatakan bahwa saya ini korban, padahal saya tidak pernah merasa sebagai korban dan tidak pernah merasa diculik...
6. Ketika beberapa kali ketemu di polda Metro Jaya, saya sudah beberapa kali mengatakan ke mami papi saya, bahwa saya sungguh-sungguh mencintai Alter, saya tidak akan pernah mau pulang ke rumah ortu dan tolong jangan ganggu kehidupan saya, akan tetapi, orang tua saya tidak mau tahu, dan tetep bersikeras mau saya pulang kembali ke ortu. Bahkan waktu itu saya sempat ditarik paksa sampai tangan saya biru-biru...
7. Mengapa org tua saya tidak bisa mengerti perasaan saya yg saya rasakan...??? Susahkah itu untuk mengerti bahwa betapa kuatnya dan besarnya cintaku terhadap suamiku (Alter)
8. Dulu mami saya pernah mengatakan bahwa saya ini adalah tumbal nya bagi mamiku...
Singkat cerita, SAYA SUNGGUH2 TIDAK MENGERTI MENGAPA MAMI SEGITU JAHATNYA INGIN SAYA PULANG? APAKAH ADA ALASAN atau SESUATU yang SAYA TAHU dan TIDAK INGIN DIKETAHUI oleh ORANG LAIN?
Sebenarnya banyak.. dan hal itu termasuk yg saya sebutkan diatas....
saya benar-benar tidak menyangka... mengapa ada seorang ibu begitu tega-teganya membiarkan saya nginap di kantor polisi untuk menemani suamiku yg ditahan di polda saat melaporkan diri bersama-sama di awal oktober 2009... kemudian untuk kedua kalinya lagi, segitu tega-teganya membuatku harus menginap di kantor KASIPIDUM di KEJAKSAAN NEGERI (KEJARI) untuk menemani suamiku hanya karena suamiku ditahan di KEJARI kemarin tanggal 29 April 2010.
Apakah ada seorang ibu bisa begitu teganya membiarkan anaknya menderita?? Saya rasa ADA, contohnya mami saya itu...
Disini saya hanya mencari kebebasan saya sebagai seorang anak dan seorang manusia....... Saya berhak untuk menentukan jalan hidup saya karena nasib itu memang kita yang menentukan tetapi takdir itu tidak bisa di rubah karena semua sudah Tuhan yang mengaturnya........
Saya juga menginginkan hidup yang layak dan bebas .....bukan sebagai alat tukar uang atau budak yang bisa terus dan selalu diatur oleh orang tua.....
Orang tua memang mempunyai kewajiban untuk membesarkan dan menhidupi anaknya tapi bukan berarti mereka minta balas dengan cara menentukan hidup saya dengan memaksakan kehendak mereka............
Saya hanya ingin hidup bahagia saja.....apakah itu terlalu berat untuk mereka terima hingga semua tuduhan, diberikan kepada saya dan suami saya......
itupun belum terlepas dari ancaman mereka yang akan mengeluarkan saya dari hak waris sebagai anak dalam keluarga mereka ..........saya sama sekali tidak menginginkan harta waris.... Apa guna semuanya itu kalau saya sama sekali tidak bisa hidup bahagia?????
Saya sama sekali tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk bisa menjalani hidup saya dengan tenang bersama suami saya......
Maka itu disini saya mohon dengan kerendahan hati agar teman-teman dan saudara-saudara sekalian untuk dapat memberikan dukungan kepada saya...... untuk melawan tuduhan mereka dan perlakuan mereka terhadap saya..

Uda
sumber:www.tabloidnova.com 

May Day 2010, Buruh Masih Merana

SOLO - Setiap tahun, peringatan hari buruh (May day) 30 April. hampir selalu diwarnai isu ketidakadilan. Tahun 2010 ini, persoalan yang muncul adalah buruh kontrak yang kian tidak jelas. "Hingga saat ini kami masih didhalimi oleh pengusaha dan pemerintah, meski sebenarnya sudah ada undang-undang ketenagakerjaan. Jika aturan yang ada saja masih tidak membela buruh, apalagi kenyataan di lapangan buruh tambah menderita," tutur Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Surakarta, Suharno saat menggelar audiensi dengan Komisi IV DPRD Solo, Jumat (30/4) siang kemarin.

Atas kondisi tersebut, jelas Suharno, serikat buruh yang juga tergabung dalam Aliansi Buruh Soloraya meminta bantuan wakil rakyat. Intinya, untuk memperjuangakan nasib kaum buruh. Khususnya mengenai nasib buruh kontrak.

Dia menyatakan, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, hanya perusahaan tertentu yang diperbolehkan menggunakan buruh kontrak. Namun kenyataannya banyak perusahaan yang melanggar. "Ini artinya pengawasan memang tidak jalan dan sangat lemah realisasi di lapangan," ujar Suharno.

Lemahnya sistem pengawasan terjadi, sambungnya, karena adanya "main mata" antara lembaga birokrasi dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dengan pengusaha. Yang terjadi, apabila ada kasus seringkali justru mandeg. Jika menang, proses yang harus dilalui cukup panjang serta kemungkinan untuk menang bagi buruh juga cukup kecil. "Karenanya dibutuhkan adanya reformasi birokrasi," tegas Suharno.

Tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL), menurut Suharno, untuk Solo sebenarnya wali kota Solo Ir Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan rekomendasi. Dimana besaran KHL yang ditetapkan Rp 855.000 untuk tahun 2010. Tetapi ketika pembahasan di dewan pengupahan, justru turun menjadi Rp 785.000. Atau hanya memenuhi sekitar 91% dari kebutuhan hidup layak di Solo.

"Kami mengusulkan dan meminta kepada DPRD untuk melakukan pengawasan melekat pada Dewan Pengupahan. Untuk memastikan tidak adanya permainan dalam pembahasan KHL," ucapnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi IV DPRD Solo, Zaenal Arifin mengaku secara kelembagaan belum mengetahui posisi terkait persoalan tersebut. "Dewan sebenarnya sangat ingin membantu, tetapi kalau berbicara kewenangan tidak semua bisa ditangani. Karenanya memang perlu ada pengkajian," jelasnya.

Sejauh ini, lanjut Zaenal, permasalahan buruh selalu berbenturan dengan peraturan perundangan di pusat. Sementara DPRD hanya memiliki kewenangan sehubungan dengan peraturan perundangan setingkat Peraturan daerah (Perda). Karenanya, sejauh ini langkah yang mampu dilakukan Dewan untuk memperjuangkan nasib buruh baru sebatas pendampingan. Juga pengalokasian anggaran untuk keperluan pembiayaan suatu kegiatan. (mas)
sumber : radar solo

Bocah Terbakar Koran

Bocah Terbakar Koran
BANYUWANGI-Sakti, 8, anak sulung pasangan MH Said dan Faramitasari, warga Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng, menderita luka bakar serius di punggung. Musibah itu terjadi ketika korban membakar koran di depan rumahnya kemarin (5/5).

Ketika koran tersebut terbakar, diduga angin berhembus dan menerbangkan koran tersebut ke baju bagian belakang. Ketika api membakar tubuhnya, dia masih asyik bermain tanpa menyadari bahaya telah mengancam.

Setelah punggungnya terasa panas, Sakti langsung berteriak memanggil ibunya dan Sutinah, sang pembantu di rumah itu. Faramitasari yang tidur bersama anak keduanya di dalam kamar tidak mendengar teriakan anak sulungnya.

Saat itu juga Sakti berlari ke dalam kamar. Dia melompat ke atas kasur sambil berteriak. Barulah diketahui bahwa api masih membakar punggung bocah itu. "Saya juga langsung berteriak, karena baju anak saya sudah terbakar," tutur Faramitasari.

Sutinah yang mengetahui Sakti terbakar hanya terbelalak tanpa bisa berbuat apa-apa. "Saya bingung, jadi saya hanya berteriak-teriak saja," ujar Sutinah.

Teriakan Fara dan Sutinah didengar para tetangga. Puluhan ibu-ibu tetangga pun langsung datang berhamburan. Mereka segera memberi pertolongan dan menyiramkan air ke tubuh Sakti. Akhirnya, api bisa dipadamkan. Begitu api padam, luka bakar di punggung dan tangan kanan bocah itu diolesi pasta gigi. Lantaran lukanya terlihat mengkhawatirkan, Sakti dibawa ke RSUD Genteng. "Jelas saya khawatir, karena luka bakarnya lumayan parah," ujar Fara.

Keterangan paramedis, korban mengalami luka bakar selebar 18 persen. "Pasien kecil ini terbakar kulit arinya dan sebagian bawahnya. Dia harus di opname, mengingat luka bakar seperti ini rawan sekali," terang seorang paramedis. (azi/bay)

Senin, 03 Mei 2010

Sejak Umur 3 Bulan, Kecerdasan Bisa Dilihat

JEMBER - Kebanyakan orangtua berpendapat bahwa deteksi dan peningkatan kecerdasan anak dimulai ketika mereka sudah bersekolah. Sehingga mereka menjejali anak dengan berbagai kegiatan. Padahal, pada usia 3-4 bulan, merupakan saat yang tepat bagi orangtua untuk mendeteksi normal atau tidaknya tumbuh kembang anak. Sehingga, peningkatan kecerdasan bisa dimulai sejak lahir.

Menurut ahli tumbuh kembang anak dr Ahmad Suryawan SpA (K), yang memberikan materi tentang Deteksi Dini Tanda dan Gejala Penyimpangan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Sabtu (1/5), di Hall Hotel Panorama Jember, seharusnya orangtua selalu mengawasi dan memerhatikan tumbuh kembang anaknya. "Tumbuh dari fisiknya, perkembangan dilihat dari kemampuan fungsi organ anak," katanya.

Sebab, meski anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat secara keseluruhan, namun dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, bisa saja terjadi kelainan. Apalagi, jika anak yang dilahirkan sudah mengalami kelainan sejak awal. Maka, kemungkinan mengalami penyimpangan tumbuh kembang semakin besar.

"Kalau anaknya sehat sejak lahir, maka orangtua harus mengawasi tumbuh kembang anak secara rutin dan berkala. Nah, kalau anaknya itu sejak lahir sudah mengkhawatirkan, maka pengawasan harus dilakukan insentif," sambungnya.

Jika tidak, dikhawatirkan orangtua baru mengetahui kondisi anak tidak normal ketika usianya sudah besar. Hal ini, bisa berakibat buruk pada tumbuh kembang anak dan masa depannya. Karena kerusakan yang terjadi, sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Ini terkait dengan tumbuh kembang otak anak, yang mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan tercepat pada usia di bawah enam tahun.

Selebihnya, otak anak tidak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan lagi. Selain itu, yang menjadi poin pentingnya, bukan terletak pada jumlah sel yang terdapat dalam otak seorang anak. Namun, banyaknya jumlah penghubung antar sel dalam otak, yang disebut sebagai sinaps.

Dikatakan, penghubung antar sel otak ini, hanya bisa tercipta, jika sejak dini anak mendapat pengalaman sensorik. "Di sinilah peran penting orangtua. Sejak kecil anak harus sering dirangsang. Sebab, berawal dari rangsangan itu, anak akan mendapat pengalaman sensoris. Salah satunya dengan mengajak anak bicara," sambungnya.

Pada usia 3-4 bulan, merupakan masa pertumbuhan tercepat bagi pendengaran dan penglihatan. Sehingga, pada masa ini orangtua bisa menggunakannya sebagai deteksi awal untuk mengetahui anaknya normal atau tidak. "Jadi, jangan hanya sekadar disusui, terus digendong, dan ditidurkan. Tapi, perhatikan, apakah dia merespons jika ada suara dan gerak mata yang lincah," katanya.

Pentingnya deteksi kemampuan pendengaran dan penglihatan anak pada usia tersebut, lanjut dia, berkaitan erat dengan kemampuan lanjutan. Sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak normal, ketika seorang anak sudah bisa menggunakan kemampuan melihat dan mendengarnya, maka dia bisa mengeksplorasi kemampuan berbicara dan bahasanya. Selanjutnya, kemampuan itu bisa menumbuhkan kecerdasan yang kompleks.

"Kalau dia tidak bisa menggunakan kemampuan melihat dan mendengar, bagaimana dia bisa bicara dan memahami bahasa. Nah, kalau sudah begitu, dia tidak akan bisa memiliki kecerdasan yang kompleks. Padahal, setiap orangtua sangat ingin anaknya tidak hanya cerdas, tapi juga santun dan mandiri," jelasnya panjang lebar.

Semua keinginan orangtua itu, tambah dia, hanya bisa terwujud, jika mereka tanggap sejak dini dengan mencerdaskan anak sejak dalam kandungan. Tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tapi juga menyiapkan kematangan psikologis anak. Caranya cukup mudah. Dimulai dari sikap orangtua yang saling menghormati dan berbicara dengan santun. Dan pastinya, psikologis ibu harus dalam keadaan normal dan stabil. "Kalau sejak hamil ibunya marah-marah, jangan heran kalau anaknya juga pemarah nantinya," katanya.

Tidak hanya sekadar mendengarkan nara sumber dalam menyampaikan materi, peserta dalam workshop dan seminar ini, juga akan mendapat pelatihan teknik peningkatan kecerdasan anak. Acara yang diikuti oleh guru dan masyarakat umum ini, juga akan dilaksanakan kembali pada hari ini. Hanya saja, untuk hari ini, seminar dan workshop diperuntukkan bagi dokter umum dan dokter anak. (lie)
sumber : radar jember, 2 mei 2010