Rabu, 25 Maret 2009

Konflik Pemilu di Banyuwangi

Konflik Pemilu 2009 di Banyuwangi melibatkan orang nomer satu di Pemkab Banyuwangi dengan 3 caleg, yang kesemuanya juga orang penting. Bak api dalam sekam, begitu disiram bensin langsung membara. Reaksi Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari pun semakin menyulut sekam dengan suhu yang lebih panas. Pihak yang mengaku dihina dan dicemarkan nama baiknya itu tak kalah cepat melakukan tindakan. Ratna mengadukan 3 caleg Partai Demokrat yang dituduh mencemarkan kepada Panwaslu. Yang disoal adalah perkataan ketiga caleg tersebut dalam penyuluhan hukum di Balai desa Gintangan, Rogojampi dan pertemuan di dusun Alas Malang, Singojuruh.
Sebagai Warga Negara Indnesia yang taat hukum, tentunya hak siapa saja untuk memperkarakan pihak-pihak yang merugikan dirinya adalah tindakan yang sah-sah saja dilakukan. Namun jadi pertanyaan, Kenapa kasus seperti ini baru sekarang masuk ranah hukum? Justru menjelang Pemilu legislatif yang diintai banyak kerawanan konflik dan gesekan politik.
Biasanya gesekan Pemilu melibatkan masyarakat di tingkat bawah. Para elit yang menjadi penyulutnya. Tampaknya trend itu bergeser, terbukti gesekan justru diawali oleh para elit dengan masyarakat bawah sebagai penyulutnya. Para politisi di daerah atau di pusat terpancing untuk mengkritik dan menjelek-jelekan pemerintah untuk mendongkrak pamor mereka sebagai oposan dan calon pahlawan kesiangan.
Ucapan pedas akan dilontarkan semakin keras jka ada warga yang memancing dengan pertanyaan kritis. Biasanya hal itu terjadi di acara-acara yang menghadirkan masayarakat akar rumput. Dan lebih celaka lagi, jika pemantik yang dipegang mereka siram dengan bensin oleh pihak yang dikritisi . Maka masyarakat kecil semakin bingung "Siapa yang layak jadi panutan dan pantas sebagai pemimpinnya?". Jawabnya sudah pasti yaitu politisi yang beretika dan pemimpin yang bijak.
Ingatlah hati boleh panas tetapi kepala tetap dingin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar