Selasa, 14 April 2009

Mereka Membiarkan Anak-Anak Menangis

Ketenangan proses belajar mengajar di SDN Simojayan II, Ampel Gading, Kabupaten Malang terganggu. Kondisi sekolah yang semula tenang dan nyaman berubah menjadi hujan tangis. Hal ini karena adanya perselisihan antara pihak pengrajin mebel-rekanan-pemda Malang dalam soal tender pembuatan bangku.Sejumlah pengrajin mebel mengambil paksa bangkunya di beberapa sekolahan, karena mereka tidak dibayar rekanan. Sedangkan rekanan juga tidak dibayar oleh Pemkab Malang, karena dinilai bangkunya tidak sesuai dengan spesifikasi.
Aksi pengambilan ini terus berlangsung tanpa memperhatikan perasaan para siswa. Siswa yang kehilangan bangkunya langsung menangis. Guru dan Kepala Sekolah yang semula tampak tegar mendampingin siswa juga turut meneteskan airmata. Beberapa guru terpaksa keluar ruangan karena tidak kuasa melihat siswanya menangis. Mengetahui sisnya diliputi rasa sedih, para guru berusaha membesarkan hati mereka. Jasngan patah semangat anak-anak, tetaplah belajar meski harus di lantai....
Kalau kita mengacu pada pihak yang bertikai, yaitu pengrajin-rekanan-pemda dapat dipahami. Kita maklum kalau pengrajin marah dan mengambil barangnya di sekolahan, karena mereka tidak mendapatkan upah. Pemda Malang yang tidak mau membayar juga bisa dimaklumi, karena hasil kerja pengrajin tidak sesuai spesifikasi, sehingga mereka tidak mau dituduh korupsi.
Sebenarnya dari peristiwa tersebut tampak sekali pihak yang bertikai tidak memerdulikan perasaan para siswa, mereka hanya memikirkan diri sendiri. Mereka hanya berpikir soal untung rugi, suatu persoalan yang orang dewasa yang masih sangat sulit dipahami oleh anak-anak usia sekolah dasar.
Yang lebih menyakitkan lagi dan sungguh tidak pantas dan tidak bertanggung jawab justru dilakukan oleh Bupati Kabupaten Malang Sujud Pribadi yang menyatakan bahwa pihaknya mempersilahkan para pengrajin jika ingin mengambil bangku mereka. Sharusnya sebagai orang nomor satu di Malang, Sujud bisa memasang badan untuk melindungin perasaan para siswa. Dia seharusnya berani berkorban, misalnya memberikan sedikit uang kompensasi kepada pengrajin agar menunda pengambilan bangku dalam beberapa hari. Paling tidak mengambilnya pada sore atau malam hari saat anak-anak tidak berada di kelas. Sayang hal itu tidak dilakukannya, padahal disitulah jiwa kepemimpinan seseorang akan terlihat! Tapi itulah yang terjadi di Malang...Mereka membiarkan anak-anak menangis dan belajar di lantai..sungguh malang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar