Rabu, 21 Januari 2009

Standar Kelulusan Siswa

Pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan dalam sistem pendidikan nasional kita. Ini dilakukan agar masyarakat Indonesia dapat terus meningkatkan kesejahteraannya. Kesejahteraan suatu bangsa pada saat ini tidak lagi bertumpu pada sumberdaya alam yang melimpah maupun modal yang berupa uang atau harta saja. Namun yang terpenting kesejahteraan itu mengacu pada sumberdaya manusianya yang berupa modal intelektual.

Sumberdaya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan melalui upaya pendidikan. Sehingga tuntutan untuk meningkatkan pengetahuan atau intelektual melalui pendidikan menjadi keharusan yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

Angka 5,50 apakah sudah ideal?

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu menetapkan standar nilai kelulusan (SNK) bagi siswa SMP maupun siswa SMA/MA/SMK. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 77 Tahun 2008 menetapkan bahwa SNK dalam ujian nasional bagi siswa SMP dan siswa SMA/MA/SMK harus memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Angka ini naik 0,25 dibanding tahun lalu. (Radar Banyuwangi)

Dengan demikian siswa yang menjadi peserta UNAS harus mampu mencapai nilai rata-rata minimal 5,50 untuk lulus. Jika nilai rata-rata kurang dari dari SNK, maka otomatis siswa tersebut tidak lulus.

Angka 5,50 merupakan nilai yang ideal untuk dijadikan standar nlai kelulusan siswa, karena jika seorang siswa yang mampu mencapai nilai rata-rata 5,50 artinya siswa tersebut minimal sudah menguasai lebih dari 55 persen mata pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain siswa tersebut hampir menguasai semua mata pelajaran yang akan diujikan dengan penguasaan materi 55 persen, sehingga secara otomatis siswa tersebut layak dilnyatakan lulus dan berkompeten. 
Angka 5,50 ini termasuk standar yang nilai yang cukup tinggi, sehingga kita berharap agar di tahun-tahun mendatang pemerintah tidak lagi menaikan SNK. Semoga penetapan SNK 5,50 ini akan mendorong peningkatan kecemasan banyak pihak. Ancaman tidak lulus akhirnya akan menjadi momok yang menakutkan.
Siswa, orangtua, guru, kepala sekolah bahkan penyelenggaraan UNAS akan mengalami tekanan psikologis yang semakin besar. Mereka mengkhawatirkan dengan SNK yang tinggi ini akan mengakibatkan banyak siswa yang tidak lulus. Semestinya tekanan psikologis semacam itu harus dihadapi dengan meningkatkan proses dan motivasi belajar. Tetapi kenyataannya tekanan psikologis itu justeru dihadapi dengan perilaku yang menyimpang. Setiap tahun dalam pelaksanaan UNAS selalu ada kasus pencurian soal, perjokian, jual beli soal-jawaban dan lain-lain.
Banyak pihak yang tidak memahami bahwa SNK dalam UNAS dipersepsikan sebagai pertaruhan hidup dan mati bagi siswa dan guru. Namun sesungguhnya kebijakan SNK pada UNAS yang dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan siswa dari sekolah justeru memperburuk kinerja sistem pendidikan nasional. Hal ini termasuk tindakan merampas kewenangan professional guru dan komitmen sekolah agar dapat melakukan ujian secara mandiri.Biarkan para guru dari siswa-siswa yang menentukan kelulusan mereka, karena para guru lebih mengetahui kemampuan siswa-siswanya. 

Sesungguhnya sekolah-sekolah yang membiarkan kelulusan siswa hanya didasarkan pada nilai UNAS saja merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Jika tolok ukur kelulusan siswa hanya didasarkan dengan SNK pada UNAS, maka ini hanya mengukur satu dimensi kecerdasan yaitu dimensi kognitif saja dari multidimensi intelegensia yang dimiliki siswa. Selain itu siswa hanya belajar pada apa yang terdapat dalam kurikulum dan silabus saja. Sehingga siswa tidak belajar pada apa yang ada dalam hidup dan kehidupan. 

Padahal apa yang ada dalam hidup dan kehidupan sesungguhnya lebih kompleks daripada apa yang ditulis dalam kurikulum, silabus dan bahan-bahan ajar sekolah. Dengan mengajari siswa tentang hidup dan kehidupan maka output pendidikan kita akan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkompeten sehingga menjadikan ilmu pengetahuannya lebih bermakna bagi dirinya serta sesama. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar