Kamis, 06 Mei 2010

May Day 2010, Buruh Masih Merana

SOLO - Setiap tahun, peringatan hari buruh (May day) 30 April. hampir selalu diwarnai isu ketidakadilan. Tahun 2010 ini, persoalan yang muncul adalah buruh kontrak yang kian tidak jelas. "Hingga saat ini kami masih didhalimi oleh pengusaha dan pemerintah, meski sebenarnya sudah ada undang-undang ketenagakerjaan. Jika aturan yang ada saja masih tidak membela buruh, apalagi kenyataan di lapangan buruh tambah menderita," tutur Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Surakarta, Suharno saat menggelar audiensi dengan Komisi IV DPRD Solo, Jumat (30/4) siang kemarin.

Atas kondisi tersebut, jelas Suharno, serikat buruh yang juga tergabung dalam Aliansi Buruh Soloraya meminta bantuan wakil rakyat. Intinya, untuk memperjuangakan nasib kaum buruh. Khususnya mengenai nasib buruh kontrak.

Dia menyatakan, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, hanya perusahaan tertentu yang diperbolehkan menggunakan buruh kontrak. Namun kenyataannya banyak perusahaan yang melanggar. "Ini artinya pengawasan memang tidak jalan dan sangat lemah realisasi di lapangan," ujar Suharno.

Lemahnya sistem pengawasan terjadi, sambungnya, karena adanya "main mata" antara lembaga birokrasi dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dengan pengusaha. Yang terjadi, apabila ada kasus seringkali justru mandeg. Jika menang, proses yang harus dilalui cukup panjang serta kemungkinan untuk menang bagi buruh juga cukup kecil. "Karenanya dibutuhkan adanya reformasi birokrasi," tegas Suharno.

Tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL), menurut Suharno, untuk Solo sebenarnya wali kota Solo Ir Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan rekomendasi. Dimana besaran KHL yang ditetapkan Rp 855.000 untuk tahun 2010. Tetapi ketika pembahasan di dewan pengupahan, justru turun menjadi Rp 785.000. Atau hanya memenuhi sekitar 91% dari kebutuhan hidup layak di Solo.

"Kami mengusulkan dan meminta kepada DPRD untuk melakukan pengawasan melekat pada Dewan Pengupahan. Untuk memastikan tidak adanya permainan dalam pembahasan KHL," ucapnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi IV DPRD Solo, Zaenal Arifin mengaku secara kelembagaan belum mengetahui posisi terkait persoalan tersebut. "Dewan sebenarnya sangat ingin membantu, tetapi kalau berbicara kewenangan tidak semua bisa ditangani. Karenanya memang perlu ada pengkajian," jelasnya.

Sejauh ini, lanjut Zaenal, permasalahan buruh selalu berbenturan dengan peraturan perundangan di pusat. Sementara DPRD hanya memiliki kewenangan sehubungan dengan peraturan perundangan setingkat Peraturan daerah (Perda). Karenanya, sejauh ini langkah yang mampu dilakukan Dewan untuk memperjuangkan nasib buruh baru sebatas pendampingan. Juga pengalokasian anggaran untuk keperluan pembiayaan suatu kegiatan. (mas)
sumber : radar solo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar