Selasa, 13 April 2010

Seni Lesung, Tradisi Leluhur yang Masih Eksis di Bondowoso

Peralatan Peninggalan Leluhur, Biasa untuk Sambut Tamu

Di beberapa tepat, seni lesung sudah mulai ditinggalkan atau bahkan sudah punah. Meski begitu, masih ada kelompok masyarakat yang peduli akan eksistensi seni lesung. Mereka, tetap memainkan seni lesung terutama jika ada kegiatan khusus.

Gugah Eko Saputro, Bondowoso

---

DI tengah cuaca yang cerah pagi itu sekelompok ibu-ibu di Kelurahan Sekarputih, Kecamatan Tegalampel, tengah menampilkan atraksinya. Para ibu yang tergabung dalam kelompok tetabuhan Seni Lesung atau yang dikenal dengan sebutan Seni Agutha (bahasa Madura) atau Khothekan (bahasa Jawa) itu terlihat kompak memukul bongkahan kayu (biasanya dipakai untuk tempat menumbuk padi) memakai alu  (penumbuk padi, Red).  Namun, pukulan itu terdengar asyik, merdu, dan rancak hingga membuat penonton, enjoy menikmati alunan musik itu.

"Ini tidak sembarang agutha atau kotheken," ujar Wiwik Winarno, 60, pemimpin seni lesung kepada RJ. Namun, kata Wiwik, bunyi-bunyian yang ditimbulkan dari pukulan alu dengan bongkahan kayu itu, mengikuti nada-nada lagu. Sehingga, menimbulkan bunyi bunyian yang merdu dan asyik untuk didengar. "Sebelum memukul memakai alu panjang ini, harus mengikuti aba-aba dari saya. Sehingga, pukulan alu menyesuaikan nada untuk mendendangkan sebuah lagu (instrumental)," ungkapnya yang bertindak sebagai konduktor.

Sedangkan, lagu-lagu yang diinstrumentalkan adalah Celeng Moguk, Ngunduh Asem, Talpek, dan lainnya. "Lagu-lagu instrumental itulah yang didendangkan dengan seni lesung ini," katanya.

Selanjutnya, Wiwik yang masih keturunan pembabat Bondowoso Ki Ronggo, itu mengungkapkan bahwa peralatan seni Lesung itu adalah peninggalan para leluhurnya. Dan, Wiwik menyatakan peralatan seni lesung miliknya ada tiga buah. "Peralatan ini peninggalan dari leluhur saya. Dan saya berkewajiban melestarikannya," katanya.

Oleh sebab itu, kata Wiwik, dia sengaja membina kelompok seni lesung yang hampir punah itu dari Bondowoso. "Setiap saat, kami selalu berlatih seni lesung. Dan, ibu ibu PKK yang ada di Sekarputih, menjadi bagian dari kegiatan seni lesung ini," katanya.

Dan, kata Wiwik, dia akan menampilkan seni lesung bila ada tamu yang datang ke Bondowoso. Atau pada bulan Agustus atau hari jadi Bondowoso. "Kami akan memainkan seni lesung ini," katanya.

Wiwik menjelaskan seni lesung berawal dari kebiasaan petani yang warga Bondowoso tempo dulu. Saat itu, setiap panen ibu-ibu memasukkan padi ke dalam lesung. "Lalu, mereka menumbuk padi itu secara bersamaan. Tanpa disadari, hal itu menimbulkan bunyi bunyian yang asyik didengar," katanya.

Maka, kata Wiwik, para leluhurnya, menciptakan seni lesung. Mereka membunyikan lesung dengan memakai  irama. Sehingga, menimbulkan suara atau nada yang indah dan enak didengar. "Jadi seni lesung ini adalah budaya khas Bondowoso. Itu diciptakan oleh para leluhur saya," katanya.

Oleh sebab itu, Wiwik dan keluarganya, selalu berusaha menampilkan seni lesung ini untuk pelestarian seni khas Bondowoso. "Kalau bukan saya, siapa lagi yang melestarikan seni khas ini," katanya.

Wiwik juga punya angan-angan, generasi muda di Bondowoso juga membiasakan memainkan seni lesung ini. "Bahkan, saya punya visi menggelar lomba seni lesung antar generasi muda di Bondowoso," katanya.(*)
sumber : radar jember, 12-04-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar