Selasa, 13 April 2010

Wanita Jangan Hanya "nrima"

Oleh Edyna Ratna Nurmaya
Dua ulasan sebelumnya, Kartini tetap menganggap poligami sebagai dosa dan beliau pun ikut terjerat
KEINGINAN Kartini waktu itu sederhana saja. Inginnya agar kaumnya memiliki kekuatan untuk tak begitu saja bersikap nrima (menerima, red). Sikap nrima itu hanya akan membuat kaumnya terlihat lemah. Kartini yang dipoligami, dan mendapati dirinya dibedakan sebagai istri yang hanya berstatus selir pun sudah membuatnya sangat menderita. Pun betapa Kartini harus memberi pemahaman bijaksana kepada anak-anaknya untuk selalu akur dengan saudara-saudara tirinya, itu teramat sulit.
Kelemahan Kartini saat itu yang bisa saja diperbudak egoisme suaminya sendiri lalu memberinya kekuatan untuk memperjuangkan hak-hak kaumnya. Nasibnya sebagai yang 'terjajah' fisik maupun mental tak boleh dirasakan kaum perempuan lainnya. Ini seperti disebutkan dalam buku "Kartini Sebuah Biografi" karya Sitisoemandari Soeroto. Tersebut bahwa karena hanya kebodohan wanita yang mau dipoligami dan egoisme pria yang berpoligami yang akan menimbulkan semua derita.
Membuka mata 
Saya memahami, Kartini tak mencoba mempengaruhi kaumnya untuk menentang pria dan menolak poligami. Kartini hanya ingin membuka mata kaum wanita, bahwa ada prinsip kesetaraan derajat antara pria dan wanita yang harus diperlakukan. Bahwa tak boleh ada yang merasa kuat dan lalu menindas yang lemah. Tak perlu juga ada kearoganan yang tercipta.
Perjuangan Kartini atas nama kesetaraan derajat telah membuka jalan bagi kaum perempuan untuk bangkit dan mensejajarkan diri dengan kaum pria. Ya, karena perempuan juga memiliki hak untuk berkarya dan mengaktualisasi diri, menjadi mandiri dan berdikari. Inilah nantinya yang akan menjadi kekuatan bagi wanita untuk tak lagi diremehkan, dan siap menjadi 'boneka' hidup yang siap melawan perbudakan dan arogansi kaum pria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar